Gagal Paham Garuda, Rhenald Kasali: Hati-Hati Salah Tembak!

IDXChannel – Kasus bermasalahnya laporan keuangan Garuda Indonesia dalam beberapa minggu terakhir kian panas, kabar terbaru adalah pengunduran diri Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara dari jabatan Komisaris Utama Sriwijaya Air. Rhenald Kasali pun memberikan pandangannya secara komprehensif.
Semua berawal dari laporan keuangan yang dinilai bermasalah, hingga persoalan tarif tiket penerbangan rute domestik di Indonesia yang menuai polemik berkepanjangan sejak awal tahun ini, ditambah dengan dugaan kartel dan terakhir terbukti Dirut Garuda Indonesia melakukan rangkap jabatan.
Mengenai hal tersebut, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI) dan praktisi bisnis Rhenald Kasali turut berkomentar dan memberikan catatan komprehensif mengenai maskapai pelat merah tersebut. Berikut beberapa pandangan dari pendiri Rumah Perubahan itu tentang Garuda Indonesia:
- Kalau soal Garuda, kita harus bicara dengan kepala dingin. Sebab, jangan-jangan banyak yang salah dan gagal paham dalam banyak hal.
- Pertama, urus airlines itu memang rumit. Selain harus utamakan keselamatan penumpang, juga urus servis dan high tech. Harga pesawat berubah-ubah tergantung siapa yang kuasai pesawat dan keadaan supply-demand saat kita beli atau saat negosiasi. Dan itu menggunakan Dolar, sementara penghasilan Rupiah dan mayoritas penumpang kita price sensitive.
- Investasinya besar, risiko besar, sudah begitu airlines adalah industri yg sdh semakin sulit meraih untung
- Jadi hampir tak ada airlines corp di dunia yang stand alone, hanya hidup dari traffic penumpang atau cargo dan bisa untung. Itu sudah tak bisa lagi. Maka CEO harus berpikir, cari cara-cara baru. Value Creation dalam dunia bisnis, maaf ini agak teknis, sudah tidak bisa lagi dari supply chain karena mahal. Business model dunia baru menandaskan, semua bisnis harus explore value dari ekosistemnya. Jadi itu sebenarnya yang saya lihat sedang dilakukan oleh Ari askara, anak muda yang dibesarkan oleh zamannya. Maka dia gandeng Mahata sebuah startup.
- So, bisnis airline memang tak bisa lagi hidup dari pendapatan tiket. The main is no longer the main. Sama seperti surat kabar tak bisa lagi hidup dari jualan koran. Nokia saja sebagai stand alone ponsel mati. Semua bisnis sudah berpindah ke Superaps karena ini adalah eranya mobilisasi dan orkestrasi (#MO).
Hidup berubah, didapat keuntungan di masa depan hanya kalau kita menciptakan network value. Celakanya ini belum dipahami orang-orang lama, baik sebagai eksekutif, pengusaha lama atau regulator yang tak mau sabar melihat cara baru tumbuh. Ditambah banyak mental "menghakimi" yang hidup di sini.
- Jadi Ari Askhara sebagai #newpower seperti tengah berhadapan dengan #oldpower yang punya uang, jabatan atau kekuasaan. Kita masyarakat harus lebih jernih dan menghargai sosok-sosok exploratif.
- Mungkin dia salah, mungkin juga tidak. Semua debatable. Perlu waktu dan saling memahami what's going on. Mungkin dia salah kalau pakai kriteria lama. Mungkin juga tidak kalau pakai kriteria baru. Dunia yg saling mengorkestrasi dan tidak harus menguasai asset. Rezekinya dari jejaring yang saling menciptakan create value seperti Gojek yang tak harus bermodal besar tetapi valuasinya bisa lebih besar dari yang punya asset kendaraan banyak.
- Jadi memangnya gampang cari yang mau kerja dan mau dicaci maki sebagai CEO Garuda seperti Ari Askhara? Kalau diganti saja sih gampang. Cari penggantinya yang sulit, apalagi yang mau mikir dan cari alternatif. Sudah begitu, perusahaan ini sulit sekali meraih untung. Mana ada insentif untuk eksekutif hebat duduk di sana, kecuali tentunya yang punya pikiran lain atau ada misi lain. Baiknya kita jernih melihat ini.
- Harap kita catat, dari dulu, setiap ada perbaikan di Garuda, selalu ada yg ribut kok. Itu hrsnya kita bertanya mengapa?
- Sekarang zamannya tak ada stand alone business model hidup. Cari-cari sumber lain. Itu sebenarnya yang dilakukan Ari Askhara. Namanya dalam airlines: ancillary income. Pendapatan lain-lain dari network effect. Nah, ini yang ramai saat dia dapat kontrak dari Mahata. Debatable tentang sesuatu yang baru. Ya wajar saja kan. GOJEK saja dulu diributkan waktu masuk menjadi sharing ride. Orang tak kenal model businessnya. Wajar saja.
- Lalu orang ribut soal revenue recognition yang diakui tahun 2018 dan dicatat oleh kantor akuntan publik. Ini juga debatable. Namanya juga startup. Mahata itu, model bisnisnya benar2 baru bagi banyak orang. Cara pembayarannya juga banyak yang belum dikenal orang. Sewaktu Gojek, valuasinya dinilai melebihi Garuda yang assetnya segambreng dan riil itu, sebagian orang juga ribut kok. Debatable, tapi mereka tidak mencuri. Masing-masing punya logikanya sendiri, ada cara lama dan ada cara-cara baru yg belum banyak dikenal orang lama. Selalu ribut.
- Setelah itu, ribut soal lain-lain. Semua terjadi saat dunia airlines sedang melakukan konsolidasi, saat jumlah penumpang di asia sedang menurun, harga tiket full service airlines naik, saat penumpang Indonesia lg takut naik Lion dan Air Asia yg kecelakaan tahun lalu, saat Sriwijaya tak bisa bayar hutangnya ke garuda di GMF sehingga ia minta ditake over Garuda, saat jalan tol darat dan laut membaik (sehingga penumpang lebih suka lewat darat dan shifting), ditambah kemarin saat pilpres. Rame deh.
- Lalu ribut lagi soal jabatan sebagai komisaris di Sriwijaya. Hm ini juga ramai. Lagi-lagi di BUMN memang Direksi yang ditunjuk untuk mengawasi anak-anak perusahaannya. Hanya saja mereka berbeda layanan, beda segmen. Yang satu full service yang satunya minimum service. Marketnya beda. Kl sama, sudah pasti dia akan beli pesawatnya saja, bukan perusahaannya.
- Saya dengar dan amati anak ini, Ari Askara, orang baik, lurus, pandai dan pekerja keras. Dia mau mengotori tangannya untuk lakukan hal-hal yang belum tentu orang mau melakukannya demi memajukan Garuda. Hanya saja dia adalah #newpower yang berhadapan dengan logika-logika lama, #oldpower. Jd kita harus sedikit sabar dan mau lebih terbuka. Jangan gegabah, jangan salah tembak. (*)