IDXChannel - Harga minyak sawit Malaysia melanjutkan pelemahan untuk hari kedua berturut-turut pada Selasa (1/7/2025).
Koreksi ini seiring tekanan dari pelemahan harga minyak nabati saingan di bursa Dalian dan Chicago, serta harga minyak mentah yang lebih lemah di tengah minimnya sentimen fundamental baru.
Kontrak acuan (futures) minyak sawit untuk pengiriman September di Bursa Derivatif Malaysia turun 29 ringgit, atau 0,73 persen, menjadi MYR3.957 per ton pada jeda sesi siang.
“Sentimen pasar masih berhati-hati di tengah ketidakpastian makro yang lebih luas, sambil menanti sinyal fundamental yang lebih jelas,” kata analis komoditas di Phillip Nova, pialang yang berbasis di Singapura, Darren Lim, dikutip Reuters.
“Harga minyak mentah dan minyak nabati yang lesu, ditambah penguatan ringgit terhadap dolar AS, memberi tekanan pada harga minyak sawit di tengah absennya pemicu fundamental baru,” ujar Lim.
Kontrak minyak kedelai teraktif di Dalian turun 0,15 persen, sementara kontrak minyak sawitnya melemah 0,24 persen. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) juga terkoreksi 0,08 persen.
Harga minyak sawit cenderung mengikuti pergerakan harga minyak nabati lainnya karena bersaing dalam pasar minyak nabati global.
Harga minyak mentah juga melemah pada Selasa, tertekan oleh ekspektasi peningkatan produksi OPEC+ pada Agustus dan kekhawatiran perlambatan ekonomi akibat potensi kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat (AS).
Pelemahan harga minyak mentah membuat minyak sawit menjadi pilihan yang kurang menarik sebagai bahan baku biodiesel.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor minyak sawit mentah dan olahan Indonesia dari Januari hingga Mei mencapai 8,3 juta ton metrik.
Pemerintah Indonesia menaikkan harga referensi minyak sawit mentah (CPO) untuk Juli menjadi USD877,89 per ton metrik, naik dari USD856,38 pada Juni, menurut regulasi Kementerian Perdagangan yang dirilis Senin.
Ekspor produk minyak sawit Malaysia pada Juni naik 4,3 persen secara bulanan menurut AmSpec Agri Malaysia, sementara Intertek Testing Services mencatat kenaikan sebesar 4,7 persen.
Sementara itu, ringgit—mata uang acuan dalam perdagangan minyak sawit—menguat 0,48 persen terhadap dolar AS, sehingga membuat komoditas ini menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri. (Aldo Fernando)