IDXChannel - Harga minyak stabil di level tertinggi tiga minggu pada perdagangan Asia, Jumat (1/9/2023). Sentimen harga minyak karena prospek berkurangnya pasokan, yang berasal dari pengurangan produksi Saudi dan Rusia yang mengimbangi kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Minyak berjangka Brent stabil di level USD86,99 per barel menguat 0,18 persen pagi ini, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) di level USD83,76 per barel, naik 0,16 persen pada pukul 10.22 WIB. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kedua kontrak minyak berjangka tersebut naik antara 2,9 persen hingga 5 persen pada minggu ini. Secara khusus, WTI mendapat manfaat dari prospek pasokan AS yang lebih ketat.
Data minggu ini menunjukkan penurunan persediaan minyak AS yang jauh lebih besar dari perkiraan sebelum akhir pekan Hari Buruh, yang menandai puncak permintaan musim panas AS.
Di AS, data terbaru menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah anjlok 10,6 juta barel pada pekan lalu, jauh melebihi perkiraan penurunan 3,3 juta barel.
Namun, survei Reuters menunjukkan bahwa produksi dari Iran naik menjadi 3,1 juta barel per hari pada Agustus, tertinggi sejak 2018, dan mengimbangi pemotongan sukarela dari Arab Saudi dan Rusia.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pada Kamis (31/8) bahwa Moskow telah mencapai kesepakatan baru dengan rekan-rekannya di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) untuk mengurangi pasokan lebih lanjut. Negara-negara minyak ini juga akan lebih banyak melakukan pengurangan produksi pada minggu depan.
Keputusan ini bisa membebani prospek pasokan yang lebih ketat untuk sisa tahun ini, yang diperkirakan akan meningkatkan harga. Gagasan ini membantu harga minyak melewati sentimen pelemahan ekonomi dari AS dan China sepanjang minggu ini.
Pelemahan dolar yang telah jatuh ke level terendah dalam tiga minggu pada awal minggu ini juga membantu harga minyak terdongkrak lebih tinggi.
Meskipun greenback kembali menemukan level support pada Kamis (31/8) menyusul angka inflasi yang lebih kuat dari perkiraan.
Investor juga tetap berhati-hati terhadap tanda-tanda melambatnya permintaan, karena data aktivitas bisnis yang lemah di negara-negara besar mengaburkan prospek tersebut. (ADF)