IDXChannel - Harga minyak mentah ditutup melemah pada Rabu (4/5/2025), setelah data Amerika Serikat (AS) menunjukkan kenaikan yang mengejutkan dalam persediaan bensin dan solar.
Kondisi ini menambah pasokan bahan bakar di tengah rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi dan ketegangan dagang yang membayangi prospek permintaan energi.
Kontrak berjangka (futures) minyak jenis WTI ditutup merosot 0,9 persen menjadi USD62,85 per barel, sementara Brent terkoreksi 1,2 persen menjadi USD64,86 per barel.
Menurut Badan Informasi Energi AS, stok bensin AS melonjak 5,2 juta barel. Para analis yang disurvei Reuters sebelumnya memperkirakan kenaikan hanya 600.000 barel.
Persediaan distilat juga naik 4,2 juta barel, jauh di atas ekspektasi kenaikan 1 juta barel. Sementara itu, persediaan minyak mentah turun 4,3 juta barel, lebih besar dari proyeksi penurunan 1 juta barel.
"Menurut saya, laporan ini bersifat bearish, karena adanya kenaikan besar pada produk olahan," ujar analis UBS, Giovanni Staunovo, dikutip dari Reuters.
"Ada kenaikan besar dalam permintaan kilang untuk minyak mentah, menghasilkan penurunan besar stok minyak mentah. Namun pasca-libur Memorial Day, lonjakan pasokan yang kuat dengan permintaan yang lebih lemah menghasilkan kenaikan besar pada persediaan produk olahan," katanya.
Rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) pada Juli juga menjadi beban bagi para investor.
Pada Selasa, kedua acuan harga minyak tersebut sempat naik sekitar 2 persen ke level tertinggi dua pekan, didorong oleh kekhawatiran gangguan pasokan dan ekspektasi bahwa anggota OPEC, Iran, akan menolak proposal kesepakatan nuklir AS yang menjadi kunci untuk pelonggaran sanksi.
Rusia sendiri mencatatkan penurunan pendapatan minyak dan gas sebesar 35 persen pada Mei, yang dapat membuat Moskow enggan mendukung kenaikan produksi OPEC+ lebih lanjut karena langkah tersebut bisa menekan harga minyak.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada Selasa memangkas proyeksi pertumbuhan globalnya, seiring dampak kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang semakin membebani ekonomi AS, yang pada gilirannya berdampak pada permintaan minyak.
Sementara itu, Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping dikabarkan akan berbicara pekan ini, beberapa hari setelah Trump menuduh China melanggar kesepakatan untuk menurunkan tarif dan hambatan dagang.
Aktivitas ekonomi AS sendiri mengalami pelemahan, dan kenaikan tarif impor telah meningkatkan biaya dan harga dalam beberapa minggu sejak terakhir kali bank sentral AS menetapkan suku bunga, demikian menurut laporan terbaru Federal Reserve (The Fed).
Ketegangan geopolitik juga terus memanas. Presiden Rusia Vladimir Putin meminta Trump untuk menanggapi serangan drone Ukraina ke armada pembom nuklir Rusia dan serangan bom jembatan mematikan yang disalahkan Moskow kepada Kyiv.
"Secara keseluruhan, kami melihat potensi kenaikan yang terbatas di tengah kekhawatiran berlanjut tentang kelebihan pasokan dan pertumbuhan permintaan yang melambat," ujar analis Saxo Bank, Ole Hansen.
Sementara itu, beberapa operasi produksi di Kanada, yang sebelumnya sempat ditutup akibat kebakaran hutan, mulai kembali beroperasi pada Rabu. (Aldo Fernando)