IDXChannel - Pembentukan perusahaan induk (holding) ultra mikro (UMi) melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebagai induknya sedang dalam proses menuju tahap akhir.
Langkah menuju ke sana, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 73/2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang berlaku pada 2 Juli 2021.
Dalam aturan tersebut, terdapat beleid yang menginstruksikan bergabungnya dua perusahaan milik negara yaitu PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Masyarakat Madani (Persero) atau PNM ke BRI.
Skema masuknya kedua perusahaan plat merah itu adalah melalui penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue.
Proses ini memerlukan persetujuan pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang akan dilaksanakan pada 22 Juli 2021.
Rights Issue ini melibatkan pemerintah sebagai pemegang saham non tunai. Pemerintah menyertakan modal negara dengan menyetorkan saham seri B berbentuk efek Pegadaian dan PNM kepada BRI.
Dalam PP 73/2021 diatur penambahan penyertaan modal negara sebanyak: (1) 6.249.999 saham Seri B pada PT Pegadaian. (2) 3.799.999 saham Seri B pada PT Permodalan Nasional Madani.
Statusnya sebagai holding, maka BRI akan menjadi pemegang saham mayoritas dari Pegadaian dan PNM. Ketiganya akan mengembangkan bisnis jasa keuangan di pasar ultra mikro. Terkait penggabungan tersebut, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa hal ini adalah lebih ke aksi korporasi saja.
"Penggabungan ini lebih ke aksi korporasi BRI untuk mengakuisisi Pegadaian dan PNM. Tidak lebih dari pencaplokan saham biasa," katanya saat dihubungi MNC Portal, Jumat (16/7/2021).
Meski menurut Bhima ketiga perusahaan itu memiliki inti bisnis yang berbeda, Bhima melihat ada sasaran yang perlu didorong. Dalam hal ini, Bhima menyoroti porsi penyaluran kredit umkm di bank-bank umum yang masih masih sulit mencapai 20%.
Memakai data Bank Indonesia (BI), kredit usaha kecil dan menengah (UKM) masih tertekan tetapi tumbuh positif di tengah pandemi. Kredit kecil tumbuh 13,1% (yoy). Kemudian kredit usaha menengah tumbuh 8,5% (yoy) per Mei 2021. Sementara kredit usaha mikro masih terkontraksi 27,2% (yoy)
"Yang harusnya didorong itu porsi penyaluran kredit umkm di bank umum yang masih sulit mencapai 20%. Data terakhir hanya 50% bank yang memenuhi ketentuan 20% kredit ke umkm. (Ada) fakta bahwa tidak sedikit bank yang bayar denda dibanding mau salurkan 20% pinjaman ke umkm. Kenapa malah urusan BRI yang sudah fokus ke umkm di utak atik. Ini semacam menggarami lautan," kata Bhima. (NDA)