Selain itu, dalam sepekan terakhir, ada beberapa katalis menarik, salah satunya kesepakatan tarif impor AS dengan Jepang sebesar 15 persen pada Selasa, 22 Juli 2025. Imam melihat ada dua dampak bagi Indonesia dari kesepakatan ini, baik positif maupun negatif.
"Dampak positifnya, dengan adanya kesepakatan dagang antara AS dan negara lainnya, hal ini semakin mereduksi ketidakpastian ketegangan yang disebabkan oleh tarif, VIX indeks juga turun 11,71 persen di pekan lalu," kata Imam.
Namun, dia menambahkan kesepakatan dagang ini juga berpotensi memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Jepang merupakan salah satu kontributor terbesar Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia. Pada kuartal I-2025 saja, Jepang telah merealisasikan investasi di Indonesia sebanyak USD1,0 miliar atau Rp16 triliun (asumsi kurs 16 ribu).
"Dengan masifnya investasi di AS, ada kekhawatiran Jepang akan mengurangi porsi di negara lain termasuk salah satunya Indonesia," ujarnya.
Dari sisi domestik, adanya pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan batu bara dan mineral menjadi perhatian. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan bahwa seluruh perusahaan pertambangan wajib mengajukan ulang RKAB pada Oktober 2025, dan pengajuan yang tadinya selama 3 tahun akan diajukan setiap tahun.
RKAB 3 tahunan sebelumnya memberikan stabilitas dan kepastian hukum bagi investor karena kegiatan produksi dan investasi dapat direncanakan lebih matang.
"Dengan RKAB 1 tahunan, investor hanya punya izin operasi 12 bulan ke depan, membuat rencana jangka panjang lebih berisiko dan bisa tertunda," kata Imam.