Lebih lanjut, Indri merinci sejumlah faktor yang memengaruhi pelemahan IHSG pekan lalu. Pertama, ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat setelah China berencana membatasi ekspor tanah jarang, yang kemudian direspons oleh Presiden AS Donald Trump dengan ancaman tarif tambahan sebesar 100 persen jika pembatasan itu benar diterapkan.
Kedua, outlook pemangkasan suku bunga global masih menjadi perhatian utama pelaku pasar. Sebesar 99 persen investor meyakini Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sementara sebagian kecil memperkirakan penurunan sebesar 50 basis poin.
Dari dalam negeri, sentimen positif juga datang dari rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang tengah mempertimbangkan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk memperkuat daya beli masyarakat dan menggairahkan sektor riil.
Anggota DPR RI Misbakhun bahkan mengusulkan agar tarif PPN diturunkan menjadi 8 persen guna mendorong sirkulasi ekonomi domestik.
Selain itu, harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi baru, menembus level USD4.381 per troy ounce, didorong oleh meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan China, proyeksi pemangkasan suku bunga, serta gangguan ekonomi akibat government shutdown di Amerika Serikat.
Dengan berbagai sentimen tersebut, Indri menilai peluang penguatan IHSG pada pekan ini masih terbuka lebar, terutama apabila kebijakan moneter dan faktor global memberikan katalis positif bagi pasar modal Indonesia.
(Dhera Arizona)