IDXChannel - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu pekan terakhir cukup tertekan dengan mengalami koreksi -1,85%.
Pada penutupan perdagangan Jumat (5/5/2023), IHSG tercatat koreksi -0,82% dan ditutup di level 6.787.
Menurut financial expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani, tekanan yang terjadi pada IHSG berasal dari katalis global di antaranya hasil FOMC The Fed yang memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga sebesar 25 bps di level 5%-5,25%.
Hal tersebut dilakukan The Fed sebagai upaya untuk meredamkan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target The Fed yakni 2%. Keputusan The Fed untuk menaikan suku bunga acuan pada FOMC kemarin telah diantisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya.
"Namun hal tersebut mendorong kekhawatiran global akan berlanjutnya krisis likuiditas yang terjadi di sektor perbankan Amerika Serikat. Pasalnya, beberapa perbankan Amerika Serikat mengeklaim memiliki rencana untuk melakukan penjualan kepemilikan asetnya," jelasnya, Jumat (5/5/2023).
Kekhawatiran di Amerika Serikat juga perihal adanya potensi kegagalan membayar utang yang tercatat sudah melambung hingga USD3,46 triliun pada Juni 2023. Kegagalan tersebut terjadi karena penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan proyeksinya.
Kekhawatiran lainnya pada pasar global juga berasal dari rilisnya GDP (Gross Domestic Product) Amerika Serikat pada kuartal-I 2023 yang berada pada level 1,1% q to q. Angka ini lebih rendah dari pencapaian kuartal sebelumnya yang tercatat di level 2,6% q to q.
Hal ini mengindikasikan perlambatan ekonomi Amerika Serikat di 2023 ini akan terjadi di tengah pengetatan kebijakan moneter yang terus dilakukan oleh The Fed. Katalis negatif lainnya yang menekan pergerakan IHSG berasal dari terkoreksinya beberapa harga komoditas, diantaranya adalah batu bara, nikel, dan CPO.
Harga komoditas-komoditas tersebut terkoreksi dampak dari penurunan permintaan global akibat kekhawatiran mengenai potensi perlambatan ekonomi global.
Katalis negatif tersebut kami proyeksikan merupakan sentimen sesaat, dan bukan merupakan suatu konfirmasi fenomena “Sell in May and Go Away” benar akan terjadi. Pasalnya, sentimen dari data ekonomi dalam negeri sejauh ini masih sangat positif.
(DES)