IDXChannel - Kebijakan tarif tinggi terbaru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diperkirakan bakal menambah tekanan bagi pasar saham Indonesia.
Meski pasar dinilai mulai terbiasa terhadap sentimen perang dagang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) disebut masih rawan terkoreksi dalam waktu dekat.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, pasar sebenarnya mulai kebal terhadap sentimen perang dagang yang kembali mencuat.
"Market sebenarnya sudah bergerak kebal terhadap sentimen perang dagang," kata dia, Selasa (8/7/2025).
Menurut Michael, hal ini terlihat dari reaksi pasar terhadap kenaikan tarif dagang ke China beberapa waktu lalu. Namun, ia mengingatkan, dampak jangka panjang dari kebijakan ini tetap perlu diwaspadai, terutama bagi kinerja ekspor dan neraca dagang.
"Itu jika kita bicara dari sisi sentimen market. Tapi jika kita lihat dampak jangka panjang, kebijakan ini akan melemahkan nilai ekspor yang tentunya akan memberikan dampak kurang baik untuk neraca dagang," tuturnya.
Michael menambahkan, meskipun porsi ekspor Indonesia ke AS tergolong kecil dibanding China, risiko tetap ada.
Ia juga mengingatkan bahwa pergerakan IHSG masih rawan terkoreksi ke level gap yang belum tertutup. "Gap IHSG berada di angka 6.538," ujarnya.
Di sisi lain, Michael menyoroti potensi tekanan baru dari rencana tarif tambahan AS yang menyasar negara-negara aliansi BRICS.
Menurutnya, langkah Indonesia yang memberi sinyal untuk bergabung dengan BRICS di awal pemerintahan Presiden Prabowo bisa menjadi tantangan tersendiri. Michael menilai, posisi Indonesia di BRICS tak akan semudah China atau India.
"Sebagai negara yang tidak sekuat China serta India, bergabung dalam BRICS memberikan tantangan besar bagi perekonomian," katanya.
Perang Dagang Trump
Melansir dari Reuters, sebanyak 14 negara telah menerima surat dari AS, termasuk negara eksportir kecil seperti Serbia, Thailand, dan Tunisia. Surat itu membuka peluang negosiasi lanjutan, namun di sisi lain juga mengingatkan bahwa setiap aksi balasan akan direspons dengan langkah serupa.
Tarif baru ini mulai berlaku 1 Agustus dan tidak akan digabungkan dengan tarif sektor yang telah diumumkan sebelumnya, seperti tarif untuk mobil, baja, dan aluminium.
Artinya, misalnya, tarif untuk mobil asal Jepang tetap di angka 25 persen, bukan naik menjadi 50 persen akibat penambahan tarif baru, seperti yang sempat terjadi dalam beberapa kebijakan Trump sebelumnya.
Para mitra dagang mendapat sedikit kelonggaran setelah Trump pada Senin menandatangani perintah eksekutif yang memperpanjang tenggat negosiasi dari Rabu menjadi 1 Agustus.
Ketika ditanya apakah tenggat ini bersifat mutlak, Trump menjawab, “Saya bilang ini tegas, tapi tidak seratus persen tegas. Jika mereka menelepon dan ingin menawarkan cara lain, kami akan terbuka untuk itu.”
Trump juga mengumumkan AS akan mengenakan tarif 25 persen terhadap barang dari Tunisia, Malaysia, dan Kazakhstan; 30 persen untuk Afrika Selatan, Bosnia & Herzegovina; 32 persen untuk Indonesia; 35 persen untuk Serbia dan Bangladesh; 36 persen untuk Kamboja dan Thailand; serta 40 persen untuk Laos dan Myanmar. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.