IDXChannel - Perbedaan saham undervalued versus saham overvalued adalah hal yang perlu diketahui oleh investor pasar modal Indonesia.
Dalam dunia investasi, saham undervalued merujuk pada penjualan sekuritas atau jenis investasi lain yang dijual dengan harga lebih rendah dari harga intrinsik sebenarnya dari sekuritas atau investasi.
Nilai intrinsik memiliki arti sebagai nilai atau harga yang berlaku saat ini dari flow cash bisa dibuat oleh perusahaan terkait.
Mengutip Stockbit, selain dengan menghitung nilai intrinsik saham, investor sebetulnya juga bisa mengetahui apakah suatu saham undervalued cukup dengan melihat apakah saham tersebut memiliki ciri-ciri di bawah ini, antara lain:
• Saham memiliki nilai PER (Price/Earning Ratio) yang lebih rendah daripada rata-rata nilai PER saham tersebut secara historis
• PER saham lebih rendah daripada rata-rata PER saham di industrinya
• Rasio Price/Earning Growth (PEG) saham kurang dari 1 atau lebih rendah daripada rata-rata PEG saham di industrinya
• Rasio Price to Book Value (PBV) saham kurang dari 1 atau lebih rendah daripada rata-rata PBV saham di industri sejenis
Ada juga saham yang memiliki nilai PER dan PBV tinggi, maka akan dianggap mahal (overvalued)
Suatu saham dikatakan overvalue apabila pergerakan harga sahamnya tidak selaras dengan kinerja fundamentalnya.
Sebagai gambaran, harga saham meroket 5 kali lipat padahal secara laporan keuangan perusahaan terus merugi. Mengutip Stockbit, sayangnya, pengukuran kinerja fundamental versus harga saham overvalue secara aktual tidak selalu sesederhana itu.
Tak hanya saham perusahaan yang berkinerja buruk saja yang bisa bergerak liar. Saham dari perusahaan yang mengalami kenaikan laba terus-menerus juga bisa dikatakan overvalue.
Terdapat tanda-tanda saham overvalued yang wajib diperhatikan investor. Umumnya, saham yang overvalued memiliki ciri-ciri berikut:
• Saham memiliki nilai PER (Price/Earning Ratio) yang lebih tinggi daripada rata-rata nilai PER saham tersebut secara historis
• Memiliki nilai PER yang lebih tinggi daripada rata-rata PER saham di industrinya
• Rasio Price/Earning Growth (PEG) saham lebih dari 1 atau lebih tinggi daripada rata-rata PEG saham di industrinya
• Rasio Price to Book Value (PBV) saham lebih tinggi daripada rata-rata PBV saham di industri sejenis
• Dividen yield saham berada di rentang terendah dibandingkan rata-rata dividen yield saham tersebut secara historis
Saham Undervalued dan Overvalued Layak Dibeli atau Tidak?
Perbedaan saham undervalued versus saham overvalued saat ini lumrah menjadi pertimbangan investor dalam berinvestasi.
Namun, keputusan membeli saham seharusnya tidak boleh hanya didasari pada apakah saham tersebut masih undervalue atau sudah overvalued.
Mengutip Stockbit, meskipun saham-saham undervalued dijual di bawah nilai intrinsiknya, bukan berarti ia wajib dibeli. Mengingat pada beberapa kasus, saham undervalued juga dapat mengalami penurunan harga yang terus-menerus sebelum ia kembali berbalik arah.
Dalam hal ini, investor perlu memiliki kesabaran dalam menahan saham undervalued. Jika saham undervalued yang terus mengalami penurunan harga, maka investor bisa saja terjerumus untuk melakukan cut loss.
Cut loss adalah istilah investor yang menjual sahamnya di harga yang lebih rendah daripada pembelian awal yang berakibat pada kerugian.
Untuk itu, sebelum memutuskan untuk membeli saham yang undervalued, perlu memperhatikan analisis yang mendalam terhadap saham tersebut, baik secara fundamental maupun teknikal.
Caranya bisa dengan telaten mengecek laporan keuangan perusahaan. Pastikan bahwa undervalued saham yang dibeli merupakan saham dengan fundamental kuat, berkinerja baik, dan masih memiliki potensi tinggi untuk kembali ke harga normal bahkan melampauinya.