Investor Bangun Pabrik Baterai Listrik di RI Karena Stok Bijih Nikel Berlimpah

IDXChannel – Indonesia diketahui menduduki urutan pertama dengan jumlah cadangan bijih Nikel terbesar di Indonesia. Adapun lima negara dengan cadangan Bijih Nikel terbesar di dunia, yakni di posisi pertama ada Indonesia dengan 23,7%, Australia di 21,5%, Brazil di 12,4%, Rusia di 8,8%, dan negara lainnya di 7,3%.
Berkaitan dengan adanya rencana memproduksi mobil listrik di Indonesia. Salah satu yang menjadi faktornya adalah dari sisi harga, jika dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil, harga kendaraan listrik jauh lebih mahal.
“Belum tentu juga ya. Karena yang mau dibangun di Indonesia kan pabrik baterainya. Belum tentu juga baterai yang diproduksi langsung untuk pasar Indonesia, bisa juga langsung di ekspor untuk diberikan ke pabrik perakitan di California. Jadinya, kita cuma beli mobil aja dari mereka,” ungkap Pengamat otomotif Fitra Eri, dalam program Market Review IDX Channel, Selasa (19/1/2021).
Sebenarnya, lanjut Fitra, salah satu alasan Tesla membangun pabrik baterai di Indonesa itu untuk meringankan cost mereka dan untuk memastikan keterjaminan nikel yang banyak di Indonesia. Namun, agar harga mobil listrik terjangkau, tidak hanya dari sisi produksi baterai saja, tapi dukungan regulasi dari pemerintah.
“Tapi yang akan membuat mobil listrik semakin murah itu, satu, memang dari regulasinya. Sekarang ini pabrik mobil diseluruh dunia berlomba-lomba untuk membuat teknologi baru. Pasti mereka semua akan berlomba membuat mobil yang bisa terjual. Dan ketika itu, akan terjadi efisiensi, akan ditemukan teknologi baru yang membuat semuanya lebih efisien,” katanya.
Karena, lanjutnya, selama seratus tahun ini memang tidak ada yang konsentrasi ke mobil listrik dan baterainya, semua fokus ke mobil berbahan bakar fosil.
“Tapi kalau saat ini semua konsentrasi dipindahkan ke mobil listrik, saya rasa harga mobil listrik bisa diprediksi langsung dari pabriknya ketika menemukan arah yang lebih efisien, lalu harga baterai yang lebih murah, ditambah dengan adanya insentif dari pemerintah. Jadi, ini adalah teknologi baru sama seperti handphone ditahun 1990 akhir ketika pasar masih mahal, semakin besar dan teknologi yang semakin berkembang,” tandasnya. (RAMA)