sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kejar Cuan Bisnis Data Center, DCII hingga Telkom Adu Amunisi

Market news editor Melati Kristina - Riset
01/08/2022 07:00 WIB
Pengembangan data center sedang marak di Indonesia karena potensi pasarnya yang besar. Berbagai perusahaan nasional hingga pemain data center pun kepincut.
Kejar Cuan Bisnis Data Center, DCII hingga Telkom Adu Amunisi. (Foto: MNC Media)
Kejar Cuan Bisnis Data Center, DCII hingga Telkom Adu Amunisi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Industri pusat data atau data center punya potensi yang besar di Indonesia. Pada 2030 mendatang, permintaan data center di Tanah Air diproyeksikan akan tumbuh hingga 1.576 megawatt (MW).

Data center merupakan fasilitas yang dikelola untuk kebutuhan sistem dan komponen komputer meliputi penyimpanan data (database) dan telekomunikasi. Selain itu, fungsi data center adalah sebagai penempatan server untuk website serta database.

Tingginya permintaan data center di Indonesia dapat membuka peluang bisnis industri ini, mengingat total kapasitas data center eksisting di Tanah Air per akhir 2021 hanya sebanyak 81 MW.

Adapun laporan Baxtel, Cushman & Wakefield mencatat, kapasitas data center terbesar di Tanah Air dimiliki oleh PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yakni mencapai 37 MW. Selain itu, Biznet menyusul dengan kapasitas data centernya sebesar 20 MW.

Princeton Digital, penyedia data center yang berbasis di Singapura juga memiliki data center di Indonesia yang kapasitasnya mencapai 17 MW. Perusahaan ini berinvestasi sebesar Rp2,1 triliun untuk memperkuat bisnisnya di Tanah Air.

Princeton Digital membangun data center baru bernama Jakarta Cibitung 2 dengan kapasitas sebesar 22 MW di lahan seluas 19.550m2. Informasi saja, perusahaan ini sudah memiliki 19 data center di berbagai negara seperti China, Jepang, Singapura, India, dan Indonesia.

Kemudian PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), juga memiliki data center berkapasitasi 5 MW. Akan tetapi, entitas perusahaan milik Lippo Group ini tercatat melepas unit usahanya yang bergerak di bisnis data center.

Adapun anak usaha yang dilepas yakni PT Graha Teknologi Nusantara (GTN)seiring kinerja keuangan GTN yang terus merugi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Sementara Data Center Journal melaporkan hingga September 2020, Indonesia memiliki 74 unit data center. Dari jumlah tersebut, 48 unit diantaranya berada di Jakarta. Dengan demikian, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan jumlah data center terbanyak di ASEAN.

Sebagai perbandingan, Thailand memiliki 41 data center sedangkan Malaysia memiliki 23 data center. Selain itu negara ASEAN lainnya yakni Vietnam, Myanmar, Kamboja, Filipina, dan Brunei Darussalam hanya memiliki data center kurang dari lima unit.

Selain unggul dalam infrastruktur, pasar data center di Indonesia juga potensial. Laporan Mordor Intelligence mengungkapkan, pasar data center di Tanah Air pada 2021 sudah mencapai USD1,67 miliar. Angka ini akan terus bertumbuh menjadi USD3,43 miliar pada 2027 mendatang.

Selain itu, Statista juga mencatat bahwa pendapatan pasar komputasi awan (cloud) di Indonesia meningkat pesat dalam kurun enam tahun terakhir. Pada 2016, pasar cloud Tanah Air hanya sebesar Rp2,4 triliun kemudian bertumbuh 608,33 persen menjadi Rp17 triliun pada 2022.

Seiring besarnya potensi pasar data center di Tanah Air, berbagai pemaincloudglobal mengincar pasar Indonesia. Bahkan nama besar seperti Alibaba, Amazon, hingga Google berbondong-bondong berinvestasi hingga membangun data center dalam negeri.

EdgeConneX misalnya, membeli data center yang sebelumnya dimiliki oleh MLPT dan Mitsui & Co Ltd. Perusahaan ini menyediakan data center di Indonesia untuk keperluan perusahaan lokal hingga luar negeri seperti China hingga Amerika Serikat.

Amazon Web Services (AWS) secara resmi membuka AWS Asia Pacific Jakarta Region. Adapun investasi yang digelontorkan mencapai Rp71 triliun selama 15 tahun ke depan melalui AWS Asia Pacific Jakarta Region yang baru.

Investasi ini mencakup belanja modal untuk pembanginan data center hingga biaya operasional terkait dengan utilitas dan biaya fasilitas. Informasi saja, AWS Asia Pacific Jakarta Region merupakan pangkalan data yang membuat layanan pelanggan lebih murah dan efisien.

AWS menyediakan layanan cloud untuk berbagai perusahaan di Indonesia seperti Kompas, Lion Air, MNC Group, Anteraja, Traveloka, XL Axiata, dan lain sebagainya.

Saat ini, AWS sudah memiliki 84 Availability Zone di 26 wilayah geografis secara global. Investasi data center di Jakarta tersebut diperkirakan akan menciptakan 24,7 ribu lapangan pekerjaan setiap tahunnya selama 15 tahun mendatang.

Alibaba juga tercatat membangun dua data center di Tanah Air pada 2018 dan 2019. Adapun produk dan layanan unggulan Alibaba Cloud yakni elastic computing, basis data, jaringan penyimpanan data, hingga solusi untuk mengatasi tantangan industri vertikal.

Perusahaan ini berkomitmen untuk berinvestasi sebesar Rp435 triliun untuk pengembangan layanan cloudselama tiga tahun seiring meningkatnya permitaan perangkat lunak atau softwaredi Tiongkok yang melonjak selama pandemi Covid-19.

Raksasa teknologi Google juga resmi mendirikan data centernya di Indonesia, tepatnya di Jakarta pada semester I 2020 silam. Google Cloud merupakan layanan komputasi awan yang menyediakan penyimpanan data hingga analisis data.

Adapun 18 perusahaan nasional tercatat menggunakan layanan berbasis cloud ini, termasuk CT Corp, Tokopedia, Blue Bird, hingga Bukalapak. Per 2020, Google Cloud sudah mengoperasikan 58 zona data center di 19 wilayah di seluruh dunia.

Telkom hingga Sinar Mas Terjun ke Industri Data Center Nasional

Meningkatnya permintaan data termasuk infrastruktur data center dan cloud yang menguat di tahun 2021 mendorong PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) untuk mengembangkan bisnis ini di Tanah Air.

Melalui TelkomSigma, emiten telekomunikasi terbesar di Indonesia ini  berencana untuk mengkonsolidasikan beberapa data center dan perusahaan bisnis digital di tahun ini hingga 2025 mendatang.

Bersama dengan PT Sigma Tata Sadaya (STS), TLKM akan memaksimalkan nilai bisnis data center yang dilakukan secara bertahap selama 2 hingga 3 tahun kedepan.

Adapun data MNC Sekuritas Equity Report pada 31 Januari 2022 mengungkapkan, TLKM telah membangun Hyperscale Data Center (HDC) yang rencananya akan beroperasi pada kuartal ke dua tahun ini. HDC tersebut telah disertifikasi sebagai data center tingkat 3 dan 4 yang berkapasitas hingga 75MW.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa pendapatan TLKM melalui data center pada akhir kuartal III-2021 mencapai Rp1,10 triliun atau tumbuh 19,7 persen secara tahunan (year on year/yoy).

“Kami percaya bahwa pendapatan selama 2022 akan mencapai Rp151,13 triliun dengan pertumbuhan 6,09 persen yoy dan EBITDA sebesar Rp79,80 triliun dengan margin sebesar 53 persen. Naiknya pendapatan ini salah satunya turut didorong oleh peluang pengembangan bisnis data center,” tulis analis MNC Sekuritas, Andrew Sebastian Susilo, Senin (31/1/2022).

Selain TLKM, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) juga membangun data center di Indonesia. Adapun selama dekade terakhir, emiten ini telah menggelontorkan USD210 juta untuk membangun data center seluas 8,5 hektar di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.

Sementara kapasitas dari data center yang dibangun oleh DCII dapat ditingkatkan hingga 300MW untuk memenuhi permitaan di masa depan. Adapun per Jumat (29/7), perusahaan data center ini memiliki kapitalisasi pasar sebesar 84,98 triliun.

Pada Mei 2021 lalu, Anthoni Salim dari Salim Group meningkatkan kepemilikannya di DCII menjadi 11 persen guna menjadi mitra strategis dalam pengelolaan data center di Tanah Air.

Melalu kesepakatan tersebut, DCII akan mengelola data center sebesar 15MW milik Salim Group yang dapat diperluas hingga 600MW seiring bertambahnya permintaan di masa mendatang.

Informasi saja, DCII dikendalikan oleh Toto Sugiri. Bersama dua pendiri lainnya, ia telah menjadi miliarder dan masuk dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia pada 2021 yang dirilis oleh Forbes.

Dilansir dari Bloomberg Billionaires Index, pria berusia 68 tahun tersebut juga menjadi salah satu orang terkaya di dunia dengan kekayaannya yang diperkirakan mencapai USD2,5 miliar atau setara dengan Rp35,75 triliun (asumsi kurs Rp14.300).

Konglomerasi lainnya, yakni Sinarmas Group juga tercatat ‘nyemplung’ di industri data center melalui perusahaan propertinya yakni PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Kendati demikian, pihak BSDE belum memberikan keterangan terkait investasi yang dikeluarkan oleh emiten ini.

Adapun untuk mengembangkan pusat data, BSDE berencana mengalokasikan minimal 10 hektare dengan legalitas terjamin, bebas banjir, dan keamanan ketat. Sementara bentuk investasi dari Sinar Mas Landadalah melalui penyediaan lokasi pengembangan data center.

Terakhir yakni PT Indointernet Tbk (EDGE) juga berfokus dalam membangun data center. Adapun data center yang dibangun yakni EDGE DC 1 dan 2 yang didanai fasilitas kredit PT Bank Central Asia Tbk.

Adapun anggaran belanja modal (capital expenditure)yang digelontorkan salah satunya untuk proyek ini sebesar Rp2,8 triliun pada 2022.

Melalui anak usahanya, PT Ekagrata Data Gemilang, EDGE meluncurkan data center pertamanya yakni EDGE DC 1 yang berlokasi di Jakarta. Sedangkan data center tersebut dilengkapi daya sebesar 6MW.

Sempat Naik Daun, Saham Emiten Data Center Merosot Berjamaah Tahun Ini

Ramainya berbagai perusahaan teknologi yang bergerak di sektor bisnis data center membawa sentimen positif bagi pergerakan sahamnya. Beberapa emiten di sektor ini mengalami lonjakan harga saham sejakperdana melantai di bursa pada 2021 lalu.

Emiten tersebut adalah DCII yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Januari 2021 lalu, serta EDGE yang ikut melantai perdana di bursa pada 8 Februari 2021.

Hampir setiap hari selama sebulan usai melantai, saham DCII langsung melesat tembus auto reject atas (ARA). Bila dibandingkan dengan saat pertama kali melantai, harga saham DCII sudah tembus 8.376,19 persen sejak Januari 2021 lalu.

Adapun data BEI per Kamis (28/7) mencatat, harga saham DCII sudah naik hingga Rp35.600/saham dibanding harga penawaran perdananya yakni Rp420/saham.

Sementara saham EDGE juga ikut meroket setelah melantai di bursa. Adapun harga saham EDGE sudah terkerek hingga 172,54 persen sejak melantai di bursa tahun lalu.

Menurut data BEI, harga saham EDGE per Kamis (28/7) menyentuh Rp20.100/saham. Sementara harga sahamnya saat melantai perdana dibursa dibuka di level Rp7.375/saham.

Meski mengalami kinerja saham yang cemerlang tahun lalu, kedua emiten ini tidak dapat mempertahankan performa sahamnya di zona hijau sepanjang 2022.

BEI mencatat,per Rabu (27/7/2022), harga saham DCII anjlok memerah hingga minus 19,04 persen secara year to date(YTD). Sementara saham EDGE juga turun hingga minus 14 persen secara YTD pada periode yang sama.

Emiten penyedia data center lainnya yakni BSDE juga mencatatkan performa saham yang anjlok di minus 9,90 persen secara YTD pada penutupan perdagangan Rabu (27/7/2022).

Walaupun saham emiten penyedia data center kompak melemah sepanjang tahun 2022, TLKM menjadi satu-satunya emiten sektor ini yang tetap tumbuh positif secara YTD, adapun saham TLKM masih tumbuh 5,45 persen sepanjang tahun 2022.

Tumbuhnya saham TLKM diiringi dengan kinerja keuangan yang baik pada triwulan I-2022. Di periode ini, emiten BUMN ini mencetak pendapatan bersih hingga Rp35,21 triliun.

Sementara laba bersih yang dibukukan mencapai Rp6,12 triliun atau tumbuh sebesar 1,73 persen. Ini menjadi satu-satunya emiten telco yang laba bersihnya masih bertumbuh di triwulan I-2022.

Tumbuhnya laba bersih TLKM didukung oleh meningkatnya pendapatan bersihnya. Adapun dalam laporan keuangannya disebutkan, pendapatan bersih TLKM sebagian besar disumbang oleh pendapatan data, internet, dan jasa teknologi informatika sebesar 56,83 persen.

Sementara sumber pendapatan dari segmen tersebut pada triwulan pertama tahun ini yaitu mencapai Rp20,01 triliun.

Namun demikian, di tengah kinerja saham yang buruk, emiten data center lainnya mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang melonjak secara tahunan (year on year/yoy).

EDGE misalnya, yang pendapatan bersihnya memiliki pertumbuhan tertinggi mencapai 42,65 persen pada triwulan I-2022 menjadi Rp180,36 miliar. Sementara laba bersihnya juga terkerek hinga 56,74 persen menjadi Rp34,22 miliar.

Sedangkan DCII juga mencatatkan pendapatan bersih yang tumbuh hingga 25,51 persen secara yoy. Sebagaimana dilansir dalam laporan keuangan emiten pada triwulan I-2022, DCII mencetak pendapatan bersih sebesar 215,26 miliar.

Adapun pada periode ini, DCII berhasil membukukanlaba bersihnya sebesar Rp63,81 miliar atau tumbuh 32,77 persen secara yoy.

Terakhir yakni BSDE yang pendapatan bersihnya tertinggi setelah TLKM, yakni mencapai Rp2,03 triliun pada triwulan pertama tahun ini atau naik hingga 21,43 persen.

Kendati demikian, tidak seperti emiten data center lainnya, BSDE menjadi satu-satunya emiten yang laba bersihnya anjlok hingga minus 42,01 persen di triwulan I-2022. Adapun laba bersih yang dibukukan emiten ini turun menjadi Rp347,90 miliar di periode ini.

Merosotnya laba bersih BSDE salah satunya disebabkan oleh meningkatnya beban pokok penjualan sebesar 71,76 persen di triwulan I-2022 menjadi Rp767,38 miliar.

Sementara beban usaha juga turut meningkat 32,06 persen dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp628,93 miliar pada triwulan I-2022. (ADF)

Periset: Melati Kristina

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement