Dalam konteks ini, Yusuf menilai Indonesia bisa saja mendapat dampak positif, dengan meningkatnya daya saing dalam menggaet minat investor masuk ke dalam negeri.
"Konflik ini akan mendorong kenaikan inflasi secara global, yang kemudian akan direspon oleh masing-masing Bank Sentral dengan kebijakan suku bunga. Tantangannya lebih ke situ," tutur Yusuf.
Ketika setiap negara mengendalikan inflasinya dengan instrumen kenaikan suku bunga, maka investor akan cenderung memilih negara dengan suku bunga terendah dalam melakukan ekspansi usahanya.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada upaya investor untuk menekan beban cost of fund yang harus ditanggung, sehingga tidak terlalu memberatkan bagi perusahaan.
"Di tengah era suku bunga tinggi, tentu tidak mudah bagi investor ketika mau melakukan ekspansi usaha, karena cost of fund akan jadi lebih besar. Akhirnya investor harus melihat sumber alternatif pembiayaan, dan tentu perlu memastikan apakah worth it untuk berinvestasi di negara tersebut," ungkap Yusuf.
Indonesia sendiri telah memasang target investasi hingga Rp1.400 triliun sampai akhir tahun nanti. Hingga triwulan III-2023 ini, realisasi investasi sudah mencapai Rp1.053 triliun atau setara 75,2 persen dari taget tahun tahun ini.