IDXChannel - Pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF) mendorong Bank of Japan (BOJ) mempertahankan kebijakan moneter yang longgar dan bergerak sangat bertahap dalam menaikkan suku bunga.
Hal tersebut seiring ketidakpastian perdagangan global yang membayangi prospek ekonomi.
"Ekonomi Jepang sejauh ini berkinerja lebih baik dari perkiraan berkat konsumsi dan ekspor yang kuat, dengan kesepakatan dagang Tokyo dengan Washington yang meredakan sebagian ketidakpastian," ujar Deputi Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Nada Choueiri, dilansir Investing, Kamis (16/10/2025).
Meski demikian, risiko terhadap pertumbuhan masih condong ke sisi negatif akibat ketidakpastian yang berlanjut terkait kesepakatan dagang AS-China dan kemungkinan pembalikan kondisi keuangan global yang longgar.
Dia menambahkan, masih ada ketidakpastian apakah upah domestik akan terus meningkat dan menopang konsumsi cukup kuat untuk menjaga inflasi secara berkelanjutan di sekitar target 2 persen BOJ.
"Penting untuk bersikap bertahap, sangat bertahap, dan memperhatikan seluruh data yang masuk," kata Choueiri ketika ditanya soal kemungkinan BOJ menaikkan suku bunga pada Januari mendatang.
Adapun BOJ akan menggelar pertemuan kebijakan moneternya berikutnya pada 29–30 Oktober, disusul pertemuan pada Desember dan Januari.
Bank sentral Jepang itu keluar dari program stimulus besar-besaran yang telah berlangsung selama satu dekade pada tahun lalu dan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,5 persen pada Januari 2025, dengan pandangan bahwa negara tersebut sedang berada di ambang pencapaian target inflasi 2 persen secara berkelanjutan.
Sementara Gubernur BOJ Kazuo Ueda telah menyatakan kesiapan bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga, dia menekankan perlunya langkah hati-hati guna menilai dampak ekonomi dari tarif AS.
Namun, inflasi pangan yang masih tinggi, sebagian disebabkan oleh kenaikan biaya impor akibat pelemahan yen,telah mempersulit keputusan BOJ tentang waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga.
Dua dari sembilan anggota dewan pembuat kebijakan BOJ bahkan gagal mengajukan kenaikan suku bunga pada September, menandakan meningkatnya perhatian terhadap perluasan tekanan inflasi.
Ketidakpastian politik turut menambah risiko bagi ekonomi Jepang. Upaya pemimpin partai berkuasa yang baru, Sanae Takaichi, untuk menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang diragukan pekan lalu setelah mitra koalisi junior partainya keluar dari pemerintahan.
Partai berkuasa juga mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi pada Juli di tengah ketidakpuasan publik terhadap inflasi yang meningkat. Baik partai berkuasa maupun oposisi telah mengusulkan peningkatan belanja guna meredam tekanan terhadap rumah tangga.
(NIA DEVIYANA)