sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ketularan Banyak ‘Drama’ Ekonomi,  IHSG Sanggup Balik ke 7.000?

Market news editor Aldo Fernando - Riset
12/10/2022 12:46 WIB
Inflasi tinggi, kenaikan suku bunga, hingga resesi menghiasi headline pemberitaan akhir-akhir ini.
Ketularan Banyak ‘Drama’ Ekonomi,  IHSG Sanggup Balik ke 7.000? (Foto: MNC Media)
Ketularan Banyak ‘Drama’ Ekonomi,  IHSG Sanggup Balik ke 7.000? (Foto: MNC Media)

IDXChannelInflasi tinggi, kenaikan suku bunga, hingga resesi menghiasi headline pemberitaan akhir-akhir ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya ikut terdampak sentimen negatif global tersebut. Bagaimana nasib ke depan?

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), dalam perdagangan sesi I pada Rabu (12/10/2022), IHSG berada di level 6.896,39.

Semenjak menyentuh level tertinggi sepanjang masa (all time high) harian di 7.318,01 pada penutupan pasar 13 September 2022, IHSG sudah turun 5,76 persen. Di posisi ini, kinerja year to date (ytd), IHSG sempat melesat 11,19 persen.

Namun, berkat aksi jual yang lumayan besar di pasar sejak medio September, kinerja YTD (artinya sejak awal tahun hingga saat ini) IHSG terpangkas menjadi ‘hanya’ 4,78 persen. Walaupun, menurut data BEI, IHSG masih menjadi yang terbaik di kawasan Asia-Pasifik yang diselimuti ‘lautan merah’ alias berkinerja minus.

Dalam sepekan, IHSG turun 2,53 persen dan dalam sebulan anjlok 5,24 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Seiring penurunan IHSG tersebut, investor asing keluar dari pasar saham RI dengan melakukan penjualan bersih (net sell) Rp2,56 triliun di pasar reguler dalam sepekan. Sementara, dalam sebulan terakhir, asing juga membukukan net sell  sebesar Rp6,16 triliun di pasar reguler.

Kekhawatiran Global Tekan IHSG

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee memaparkan, ekonomi global yang sedang dilanda kekhawatiran berpengaruh terhadap pasar saham RI.

“Ekonomi global sedang khawatir. Ekonomi melambat. Kalau ekonomi melambat, biasanya akan berdampak pada pertumbuhan laba perusahaan,” jelas Hans saat dihubungi IDXChannel, Rabu (12/10).

Menurut estimasi Hans, dengan skenario resesi rendah, laba perusahaan di luar negeri kurang lebih bisa turun 15 persen.

Hans melanjutkan, sebagai negara pengekspor komoditas, seperti batu bara dan minyak sawit, perlambatan ekonomi global akan memengaruhi ekonomi RI dan pasar saham dalam negeri.

“Tentu ini [sentimen ekonomi global] akan berpengaruh ke Indonesia. Indonesia kan ngandelin komoditas. Ekonomi global turun, ekspor turun. Saham komoditas turun. Sehingga ekonomi melambat, laba perusahaan turun. Ini yang membuat saham dalam negeri turun,” bebernya.

“Kita salah satu bursa terbaik di dunia,” kata Hans, “Penurunan ini mengoreksi pertumbuhan-pertumbuhan sebelumnya.”

Ke depan, mengutip penjelasan Hans, dunia menghadapi dua hal penting.

Pertama, soal potensi bank sentral global akan menaikkan suku bunga lagi di tengah data inflasi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang masih tinggi. “Kenaikan [inflasi] tersebut akan membuat resesi,” ujar Hans.

Kedua, Rusia-Ukraina, salah satu jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Krimea meledak pada Sabtu (8/10) dan menyebabkan kemarahan di Moskow. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan di rute penting bagi pasukan perang Rusia tersebut.

“Itu bikin Rusia marah. Ini membuat risiko global meningkat dan membuat pasar terkoreksi akhir-akhir ini,” jelas Hans.

Berkaitan dengan poin kedua, kata Hans, menjelang akhir tahun, Eropa akan memberikan sanksi ke Rusia yang sedang berperang dengan Ukraina.

Hal ini juga, demikian papar Hans, berpotensi menaikkan harga minyak mentah dunia dan ikut memengaruhi harga BBM dalam negeri.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement