IDXChannel – PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS) resmi dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta pusat pada Kamis (16/2).
Menurut pihak KPAS, emiten produsen kapas tersebut dinyatakan pailit karena perusaaan tidak mampu melanjutkan kegiatan usaha akibat kekurangan modal usaha.
Sebelum berstatus pailit, KPAS juga digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh pihak supplier, yakni PT Pulcra Chemical bersama dengan PT Mitra Bara Abadi.
Dari gugatan terebut, KPAS mendapatkan tagihan dari 60 kreditur dengan total tagihan mencapai Rp173 miliar.
Informasi saja, permohonan PKPU tersebut telah diajukan oleh PT Pulcra Chemicals pada tahun lalu. Sedangkan, putusan PKPU tersebut dibacakan pada 3 Januari 2023.
Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat turut memutuskan KPAS berada dalam PKPU Sementara selama 45 hari.
Di samping itu, Hakim PN Jakarta Pusat juga menetapkan batas akhir pengajuan kreditur pada 23 Januari 2023 dan melakukan pembahasan perdamaian pada tanggal 13 Februari 2023.
Selain memutus PKPU KPAS, PN Jakarta Pusat juga menentukan proses penyelesaian utang dengan para kreditur.
Adapun, pada voting yang dilakukan pada 13 Februari 2023, sebanyak 34 kreditur yang hadir memilih KPAS dipailitkan. Sementara, sebanyak 26 suara lainnya memilih abstain dan tidak hadir.
Dalam proses tersebut, KPAS tidak mengajukan Proposal Perdamaian yang telah ditandangani oleh Direktur Utama perseroan pada 31 Januari 2023 lalu. Dengan demikan, Pengadilan Niaga menyatakan status pailit untuk KPAS.
Informasi saja, perusahaan yang berdiri sejak 2 September 1993 tersebut bergerak dalam industri kapas untuk kesehatan dan kecantikan.
Perusahaan yang mulai beroperasi pada tahun 1995 tersebut juga memiliki sejumlah merek seperti Wellness, Melrose, Cotta, Mawar, dan Bobby.
Menyandang Notasi Khusus hingga Disuspensi Bursa
Sebelum dinyatakan pailit, emiten produsen kapas ini telah menyandang berbagai notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Notasi tersebut di antaranya adalah notasi M yang menyatakan adanya permohonan PKPU hingga notasi L yang artinya KPAS belum menyampaikan laporan keuangannya.
Selain kedua notasi di atas, KPAS juga memiliki notasi Y yang menandakan perusahaan belum menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) hingga enam bulan setelah tahun buku berakhir dan notasi X yang artinya saham berada dalam pemantauan khusus bursa.
Tak hanya ‘mengoleksi’ berbagai notasi khusus, saham KPAS juga telah disuspensi oleh BEI sejak 24 Agustus 2021.
Padahal, emiten tersebut pernah menyentuh harga tertingginya, yakni Rp715/saham pada 19 Desember 2018.
Dengan demikian, merujuk data BEI pada Senin (20/2), dengan harga terakhir mencapai Rp62/saham pada Jumat (17/2), saham KPAS sudah terjun hingga 91,33 persen dibanding harga tertingginya. (Lihat grafik di bawah ini.)
Asal tahu saja, KPAS telah mencatatkan perusahaannya di bursa sejak 5 Oktober 2018 lalu dengan harga initial public offering (IPO) sebesar Rp168/saham.
Dengan menyandang status pailit pada Kamis (16/2), maka saham KPAS berpeluang bakal mengalami delisting.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.