Padahal, saham Asia sempat mengakhiri sesi sebelumnya di zona positif setelah China mengumumkan pelonggaran karantina untuk penumpang yang masuk ke negara tersebut. Beberapa pengamat bahkan menilai relaksasi tersebut merupakan yang terbesar dari strategi “Nol Covid” ala China.
Namun, dampak dari kebijakan tersebut hanya bersifat sementara. Menurut Ekonom Senior, Carlos Casanova, pasar cenderung bereaksi berlebihan terhadap berita semacam itu.
“Agar itu berkelanjutan, kami benar-benar ingin melihat langkah ini terwujud dalam pembukaan wilayah kembali yang sebenarnya,” ujar dia dilansir dari Reuters pada Rabu (29/6/2022).
Jatuhnya pasar Asia mengikuti gejolak pasar AS yang ditandai dengan turunnya indeks S&P 500 sebesar 2%. Hal itu terjadi setelah data menunjukkan kepercayaan konsumen As turun ke level terendah dalam 16 bulan pada Juni 2022.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran inflasi yang tinggi dapat menyebabkan ekonomi melambat secara signifikan pada paruh kedua tahun ini.
(FRI)