Di tengah ketidakpastian harga nikel, kata Ruddy, perseroan puas dengan kinerja operasional dan keuangan di kuartal II-2025. Pada April-Juni, penjualan dan laba bersih turun secara kuartalan masing-masing 5,7 persen dan 14,5 persen.
Dia menilai, harga nikel pada paruh kedua tahun ini bakal masih fluktuatif di tengah kebijakan dagang AS dan kelebihan pasokan. Perseroan juga terus memperluas area pemasaran ke Pulau Obi dan Halmahera serta menjajaki kemitraan strategis.
"Selain itu, keberadaan smelter dengan berbagai teknologi memberi peluang optimalisasi berbagai jenis ore sesuai kebutuhan pasar domestik," katanya.
Hingga akhir Juni 2025, NICL mencatat aset mencapai Rp1,09 triliun, naik 4,73 persen. Adapun liabilitas turun menjadi Rp150,7 miliar tanpa utang bank jangka panjang.
Selain itu, lonjakan laba bersih di semester I-2025 juga turut menaikkan ekuitas NICL menjadi Rp949,13 miliar. Neraca yang sehat ini menjadi modal penting bagi NICL dalam memberikan nilai tambah kepada pemegang saham lewat dividen.
(Rahmat Fiansyah)