IDXChannel - Dari sopir angkutan umum hingga menjadi pemain utama petrokimia Indonesia, perjalanan Prajogo Pangestu penuh liku dan langkah bisnis yang penuh perhitungan, mengukuhkan namanya sebagai salah satu taipan terkaya di Tanah Air.
Kini, dengan kekayaan mencapai ratusan triliun rupiah dan portofolio bisnis yang menjangkau petrokimia, energi, hingga properti, Prajogo kembali mencuri perhatian pasar dengan rencana IPO anak usaha terbarunya di tahun 2025.
Mengutip Leo Suryadinata dalam buku Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (2015), Prajogo Pangestu (alias Hang Djun Phen; Peng Yunpeng) lahir pada 13 Mei 1944. Ia tumbuh dalam keluarga yang bersahaja: ayahnya, Phang Sui On, adalah seorang penyadap karet di Desa Sungai Sambas, Kalimantan Barat, yang juga merangkap sebagai penjahit di pasar Sungai Betung demi menambah penghasilan.
Sejak kecil, Prajogo kerap membantu ayahnya sebelum berangkat sekolah. Usai menamatkan sekolah menengah pertama Tionghoa setempat (SMP Nan Hua) di Singkawang, ia merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Namun, harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan.
Tak kunjung mendapat pekerjaan yang cocok, ia pun kembali ke Kalimantan dan menjadi sopir angkutan umum di rute Singkawang-Pontianak. Profesi itu hanya bertahan sebentar. Setelahnya, ia banting setir berjualan terasi dan ikan asin.
Kehidupan Prajogo berubah pada 1975, ketika ia diangkat menjadi General Manager PT Nusantara Plywood oleh Burhan Uray, bos besar Djajanti Group. Setahun berselang, ia mengambil alih CV Pacific Lumber dan menamainya PT Barito Pacific Lumber. Dari sinilah langkahnya kian mantap.
Perlahan tapi pasti, bisnisnya merambah ke berbagai sektor: dari perbankan (Bank Andromeda), perkebunan cokelat, pabrik kertas, hingga petrokimia. Prajogo bermitra dengan keluarga Soeharto dan para taipan lainnya untuk mendirikan PT Tanjung Enim Pulp dan Kertas, Bank Andromeda, serta PT Chandra Asri—perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia.
Pada September 1991, Prajogo Pangestu menjalin kerja sama strategis dengan Kuok bersaudara dari Malaysia untuk mendirikan hotel di Pulau Sentosa, menandai langkahnya masuk ke industri pariwisata internasional. Tak hanya itu, ia juga menggandeng Grup Salim dalam usaha bersama di Bintan untuk mengembangkan sektor pariwisata domestik. Di tahun yang sama, Prajogo memperluas jangkauan bisnisnya ke Tiongkok daratan dengan menggandeng mitra Taiwan mendirikan perusahaan kayu lapis di Jiangsu.
Ketika Summa Bank milik Soeryadjaya menghadapi kesulitan, Prajogo bersama para taipan lain cepat mengambil alih kendali, hingga akhirnya menjadi salah satu pemegang saham terbesar di Grup Astra, yang sebelumnya dikuasai keluarga Soeryadjaya.
Tak hanya sukses dalam bisnis, Prajogo juga dikenal sebagai taipan yang merespons ajakan Presiden Soeharto untuk mendonasikan sebagian sahamnya ke koperasi. Pada 1996, berkat berbagai langkah cerdas dan ekspansi agresif, ia sudah menempatkan dirinya sebagai salah satu dari sepuluh orang terkaya di Indonesia dengan total aset mencapai USD2,2 miliar — sebuah pencapaian yang mengukuhkan statusnya di jajaran elite bisnis nasional.
Namun, krisis keuangan 1997-1998 menjadi ujian berat. Bisnisnya goyah akibat jeratan utang luar negeri. Bank Andromeda pun dilikuidasi pada 1997, dan perusahaan-perusahaan miliknya harus menjalani restrukturisasi utang secara besar-besaran.
Akan tetapi, Prajogo tak menyerah. Pada 2007, ia berhasil mengakuisisi mayoritas saham PT Chandra Asri dan PT Tri Polyta pada 2008. Keduanya kemudian melebur menjadi Chandra Asri Petrochemical—kini dikenal sebagai Chandra Asri Pacific (TPIA)—pada 2010.
Kini, Prajogo Pangestu telah menjelma menjadi salah satu pemain utama di sektor petrokimia, batu bara, energi terbarukan, hingga properti. Menurut data Forbes, kekayaannya diperkirakan mencapai USD 25,3 miliar atau setara dengan Rp411,76 triliun (asumsi kurs Rp16.275 per USD), menjadikannya orang terkaya kedua di Indonesia setelah sempat menduduki posisi teratas sepanjang tahun 2024.
Ia bahkan sukses membawa sejumlah unit bisnisnya melantai di bursa. Emiten-emiten yang terafiliasi dengannya antara lain PT Barito Pacific Tbk (BRPT), TPIA, PT Barito Renewables Energy (BREN), PT Petrosea Tbk (PTRO), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).
Teranyar, PT Chandra Daya Investasi (CDI), anak usaha TPIA, tengah bersiap melantai di bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) yang dinanti banyak investor pada 2025. (Aldo Fernando)