sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Lonjakan Yield Obligasi Global Bikin Bursa Asia Loyo

Market news editor Maulina Ulfa
30/05/2024 09:47 WIB
Bursa Asia sebagian besar dibuka loyo pada perdagangan Kamis (30/5/2024), mengikuti penurunan di Wall Street seiring melonjaknya imbal hasil obligasi global.
Lonjakan Yield Obligasi Global Bikin Bursa Asia Loyo. (Foto: Reuters)
Lonjakan Yield Obligasi Global Bikin Bursa Asia Loyo. (Foto: Reuters)

IDXChannel - Bursa Asia sebagian besar dibuka loyo pada perdagangan Kamis (30/5/2024), mengikuti penurunan di Wall Street seiring melonjaknya imbal hasil obligasi global dan sinyal hawkish dari The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS).

Investor juga menantikan data ekonomi penting di Asia pada akhir pekan ini, yang utamanya adalah angka PMI China untuk bulan Mei.

Saham-saham di Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong melemah, sedangkan saham-saham China menguat.

Pada pukul 09.30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,039 persen di level 18.469. Pada saat yang sama, indeks saham Nikkei 225 Jepang tergelincir paling dalam 1,74 persen di level 37.885,56.

Sementara, indeks ASX 200 Australia turun 0,48 persen di level 7.629. Indeks KOSPI Korea Selatan turun 0,78 persen di level 2.656 dan indeks Shanghai Composite naik 0,27 persen pada saat bersamaan di level 3.119,45. (Lihat grafik di bawah ini.)

Dari Tanah Air, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok 0,82 persen di level 7.077 pada pukul 09.10 WIB. Pada sesi sebelumnya, IHSG ditutup anjlok 1,56 persen ke level 7.140,2.

Indeks Nikkei 225 anjlok mendorong saham Jepang mencapai posisi terendah satu bulan dan mengambil isyarat dari melemahnya Wall Street karena lonjakan imbal hasil obligasi global menekan pasar saham.

Imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun mencapai 1,1 persen untuk pertama kalinya sejak Juli 2011 karena para investor menaruh taruhan bahwa Bank of Japan akan menaikkan suku bunga lagi.

Investor kini menantikan data inflasi Tokyo pada hari Jumat yang dianggap sebagai indikator utama tren harga nasional.

Saham-saham teknologi memimpin penurunan, dengan penurunan tajam yang dialami oleh Disco Corp (-2,4 persen), Lasertec (-1,6 persen), Tokyo Electron (-3 persen), Socionext (-3,6 persen) dan Advantest (-6,3 persen).

Indeks kelas berat lainnya juga anjlok, termasuk Tokyo Electric Power (-5 persen), Toyota Motor (-2,2 persen) dan Fast Retailing (-2,8 persen).

Indeks S&P/ASX 200 turun mencapai level terendah dalam hampir empat minggu dan mengikuti penurunan di Wall Street dan lonjakan imbal hasil obligasi global.

Data awal pekan ini juga menunjukkan bahwa inflasi di Australia meningkat lebih besar dari perkiraan pada April, sehingga mengurangi ekspektasi bahwa suku bunga dalam negeri akan diturunkan dalam waktu dekat.

Saham pertambangan dan energi memimpin penurunan karena harga komoditas melemah semalam, dengan kerugian dari BHP Group (-1,3 persen), Fortescue (-1,5 persen), Rio Tinto (-1,2 persen), Pilbara Minerals (-2,1 persen), Northern Star Resources (-1 persen) dan Energi Wooside (-1,3 persen).

Saham-saham kelas berat di bidang keuangan, kesehatan, dan teknologi juga merosot, termasuk Commonwealth Bank (-0,9 persen), CSL Ltd (-0,9 persen) dan NextDC (-1,3 persen).

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun naik lebih dari 4,63 persen pada Rabu, yang merupakan level tertinggi sejak awal Mei.

Kenaikan ini memicu tekanan jual yang tajam untuk obligasi pemerintah di seluruh dunia karena latar belakang makroekonomi dan kekhawatiran akan inflasi yang membandel memperpanjang ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed.

Kepercayaan konsumen yang dikumpulkan oleh Conference Board melonjak, sementara harga perumahan meningkat secara tak terduga dan ekspektasi inflasi tetap pada tingkat tinggi.

Selain itu, Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari menyarankan bahwa data inflasi yang lebih positif diperlukan sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga tahun ini. Ia juga tidak menutup kemungkinan bahwa kenaikan suku bunga diperlukan di masa depan.

Akibatnya, lelang obligasi bertenor 2, 5, dan 7 tahun baru-baru ini berkinerja buruk, sehingga semakin menekan Treasury di pasar sekunder.

Pasar sekarang memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunganya pada September, dan hanya menurunkan suku bunganya satu kali pada tahun ini. (ADF)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement