sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mandiri Investasi Yakin Produk Investasi Berlabel ESG Makin Diminati

Market news editor Taufan Sukma/IDX Channel
06/07/2023 21:05 WIB
Secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan yang terjadi sekitar Rp100 miliar hingga Rp200 miliar per tahun.
Mandiri Investasi Yakin Produk Investasi Berlabel ESG Makin Diminati (foto: MNC Media)
Mandiri Investasi Yakin Produk Investasi Berlabel ESG Makin Diminati (foto: MNC Media)

IDXChannel – Produk investasi yang mengedepankan prinsip kepedulian terhadap lingkungan, sosial dan tata Kelola yang prudent (environmental, social & governance/ESG) diyakini bakal semakin diminati investor.

Keyakinan tersebut didasarkan pada semakin meningkatnya kepedulian pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat terhadap upaya pengurangan emisi gas karbon, yang ditargetkan pemerintah menjadi net zero emission pada 2060.

Menurut Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi, Aliyahdin Saugi, dari sisi produk investasi khususnya reksadana berlabel ESG, secara industri terjadi peningkatan dana kelolaan (AUM) signifikan.

Menurut Aliyahdin, total AUM reksadana bertemakan ESG pada tahun ini telah mencapai Rp630 miliar. Nilai tersebut meningkat pesat dari posisi 2018 yang masih sebesar Rp 28 miliar, dan kemudian meningkat pada 2020 menjadi sebesar Rp480 miliar.

Secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan yang terjadi sekitar Rp100 miliar hingga Rp200 miliar per tahun. 

Selain itu, peningkatan juga terlihat pada produk reksadana ESG yang diterbitkan. Tahun 2020, baru ada lima produk reksadana, jumlahnya terus meningkat hingga pada semester pertama 2023 reksadana bertema ESG mencapai 21 reksadana.

Meningkatnya dana kelolaan utamanya dipicu oleh tingkat imbal hasil/return yang lebih tinggi dibanding reksadana non ESG. 

"Sebagai contoh, imbal hasil Reksadana Indeks Mandiri FTSE Indonesia ESG yang kami luncurkan tahun lalu, mencatat tingkat return hingga lebih dari tujuh persen, bandingkan dengan kinerja IHSG yang justru minus (lima persen) pada periode yang sama," ujar pria yang akrab dipanggil Adi tersebut, di sela acara Konferensi CFA Society Indonesia ke-20, di Jakarta.

Reksadana Mandiri Indeks FTSE Indonesia ESG adalah reksadana pertama di Indonesia, yang menggunakan indeks FTSE Indonesia ESG sebagai acuan.

Keunggulan utama Reksadana Mandiri Indeks FTSE Indonesia ESG dibanding produk reksadana lain adalah, reksadana ini memberikan return/imbal hasil investasi setara dengan kinerja Indeks FTSE Indonesia ESG yang memiliki performa sangat baik. 

"Selain imbal hasil yang sangat baik relatif terhadap indeks lainnya, tidak ada risiko berupa rotasi sektor di pasar atau allocation active risk pada reksadana ini," tutur Adi.

Adi menjelaskan bahwa reksadana ini juga didesain tidak memiliki eksposure berlebih pada sektor tertentu. Terlebih indeks FTSE ESG hanya di-rebalancing satu kali dalam setahun.

Beranjak ke kinerja saham, berdasarkan data 2016-2021, indeks FTSE Indonesia ESG yang diterbitkan oleh FTSE Russell, mencatat pertumbuhan harga saham tertinggi sebesar 57,56 persen.

"Jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan indeks LQ 45 yang berisi saham-saham blue chip, sebesar 38,11 persen, dan pertumbuhan indeks IDX30 sebesar 41,49 persen," ungkap Adi.

Begitu pula pada instrumen surat utang, kepedulian investor terhadap aspek ESG, salah satunya tercermin pada tingginya minat terhadap obligasi berwawasan lingkungan (Green Bond) yang diterbitkan Bank Mandiri, baru-baru ini.

Bahkan, pada periode book building yang berakhir 4 Juni 2023, terjadi kelebihan permintaan (oversubscribed) sebesar 3,74 kali. Dengan nilai penawaran mencapai Rp18,7 triliun dari target sebesar Rp5 triliun.

Merespon tingginya minat pelaku usaha dan investor terhadap aspek ESG, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator berencana menerbitkan Peraturan OJK terkait Bursa Karbon dalam waktu dekat. 
Bahkan, dalam keterangan resminya OJK optimistis bursa karbon dapat beroperasi pada tahun ini juga.

Makin maraknya instrumen pasar modal yang peduli terhadap ESG, sejalan dengan keinginan para profesional di bidang investasi yang tergabung dalam CFA Society Indonesia.

Ketua CFA Society Indonesia, Pahala N Mansury, menegaskan bahwa organisasi nirlaba yang dipimpinnya siap mendukung komitmen pemerintah untuk mencapai net zero emission (NZE) paling lambat pada 2060. 

"Kami di CFA Indonesia berkomitmen mendukung NZE yang dicanangkan pemerintah, dengan mendorong peran aktif pelaku usaha dan publik. Kementrian BUMN juga mendorong terwujudnya peta jalan/road map untuk mendukung NZE," ujar Pahala, yang juga merupakan Wakil Menteri BUMN I, disela konferensi yang digelar CFA Society Indonesia. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement