Asal muasalnya adalah penurunan selama 5 hari beruntun sejak 9 Mei atau tepat setelah pasar kembali beraktivitas pasca-libur lebaran. Kala itu, para investor, termasuk asing, tampaknya merealisasikan keuntungan (profit taking) di tengah sentimen global yang negatif, seperti merosotnya Wall Street.
Amblesnya tiga indeks utama Wall Street ikut membawa sentimen negatif untuk pasar saham Tanah Air selama Mei ini.
Apalagi, pada perdagangan 20 Mei lalu, indeks acuan S&P 500 sempat menyentuh level terendah lebih dari 20% dibandingkan rekor penutupan tertinggi pada awal Januari. Penurunan signifikan tersebut membuat investor menganggap S&P 500 dalam fase bear market (tren penurunan).
Kenaikan luar biasa Wall Street pada 2021 (S&P, misalnya, melonjak 26,89% setahun) akhirnya mulai berbalik arah selama 5 bulan pertama tahun ini. S&P 500 minus 13,31% sejak awal tahun 2022 (ytd), Dow Jones melorot 9,22% ytd, dan Nasdaq ‘terjun bebas’ minus 23,38%.
Ini terjadi seiring bank sentral AS (The Fed) mulai melakukan kebijakan pengetatan moneter demi meredam tingginya inflasi yang meroket di Paman Sam.