sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menanti Aturan Penyelenggara Perdagangan Karbon yang Adil dan Ideal

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
18/04/2023 12:38 WIB
Kesiapan Indonesia dalam implementasi bursa perdagangan karbon terus dinanti khalayak luas.
Menanti Aturan Penyelenggara Perdagangan Karbon yang Adil dan Ideal. (Foto: MNC Media)
Menanti Aturan Penyelenggara Perdagangan Karbon yang Adil dan Ideal. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kesiapan Indonesia dalam implementasi bursa perdagangan karbon terus dinanti khalayak luas. Saat ini, pembentukan bursa karbon memasuki fase yang sangat menentukan.

Baru-baru ini, pemerintah telah mengesahkan UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan menunggu rilis aturan teknis bursa karbon dalam waktu dekat.

Sebagai informasi, bursa karbon adalah sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon.

Aturan perdagangan karbon tertuang dalam Peraturan Presiden No.98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Perdagangan karbon merupakan mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan jual beli unit karbon perusahaan.

Indonesia berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan hingga ribuan triliun dari NEK. Pendapatan ekonomi karbon diperoleh dari perdagangan karbon hutan tropis, mangrove, dan gambut dengan total potensi mencapai USD565,9 miliar.

Data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menunjukkan potensi penyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton dari 125,9 juta hektare hutan hujan tropis.

Sementara, luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektare dengan potensi menyerap emisi karbon 33 miliar karbon di seluruh hutan mangrove Indonesia.

Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

Alhasil, potensi ekonomi karbon RI yang mencapai Rp8.000 triliun berasal dari potensi hutan tropis sebesar Rp1.780 triliun, hutan mangrove Rp2.333 triliun, dan lahan gambut Rp3.888 triliun. 

Urgensi Diversifikasi Aturan Main Perdagangan Karbon

Untuk memaksimalkan bursa karbon dan perdagangan karbon, perangkat aturan bursa karbon perlu disahkan untuk mempercepat dampak positif dari potensi ekonomi hijau berbasis alam atau carbon credit potential.

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa bursa karbon sangat diperlukan dalam mendukung percepatan target Net Zero Emission pada 2050.

“Ini karena sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon. Mekanisme bursa karbon memang sudah lama ditunggu, tentu nya kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (18/4).

Selain itu dibentuknya bursa karbon mampu meningkatkan validasi data yang lebih akurat serta real-time basis transaksi karbon.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement