sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menelisik Dampak Positif Merger BES dan BEJ Bagi Industri Keuangan Indonesia

Market news editor Febrina Ratna
07/08/2023 14:14 WIB
Bergabungnya BEJ dan BES menjadi BEI tentu membawa dampak positif bagi industri keuangan Indonesia.
Menelisik Dampak Positif Merger BES dan BEJ Bagi Industri Keuangan Indonesia. (Foto: MNC Media)
Menelisik Dampak Positif Merger BES dan BEJ Bagi Industri Keuangan Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Sejarah baru terukir pada 1 Desember 2007. Tepat di hari itu, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) bersatu dan menjelma menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Merger kedua perusahaan itu diikuti oleh peresmian logo baru BEI (IDXC) pada 7 Januari 2008. Tanggal tersebut juga sekaligus menandai perdagangan hari pertama di BEI.

Bergabungnya dua bursa di Indonesia itu tentu membawa dampak positif bagi industri keuangan Indonesia. Terlebih lagi, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.

Berdasarkan buku Aspek Hukum Pasar Modal, BEJ yang awalnya dikelola oleh pemerintah melalui Bapepam. Sementara itu, BES yang didirikan pada 16 Juni 1989 dimiliki oleh swasta.

Dari sisi perdagangan, BES lebih banyak memperdagangkan obligasi. Sehingga saham yang diperdagangkan tidak sebanyak BEJ.

Meski begitu, saham-saham yang diperdagangkan di BES tidak diperdagangkan di BEJ. Dengan begitu, BES bertindak sebagai Over The Counter (OTC) bagi perdagangan saham-saham yang tidak diperdagangkan di BEJ.

Dengan bergabungnya kedua bursa itu, perdagangan bursa saham melalui BEI pun mengalami banyak kemajuan hingga saat ini. Begitu pula dengan kontribusi terhadap industri keuangan di Indonesia.

Berdasarkan jurnal berjudul “Kontibusi Pasar Modal terhadap Perekoomian Indonesia” yang terbit pada 2008, Warsono menyebut pasar modal Indonesia mengalami perkembangan yang pesat kala itu. Namun, pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pendanaan masih relative tertinggal dibandingkan perbankan dalam periode 1997-2007 atau sebelum merger BEJ dan BES.

Bahkan berdasarkan Danareksa Research Institute (Sadewa an Hanif,2007) menghasilkan kesimpulan bahwa 36,4% dari 200 pemimpin perusahaan di Indonesia tidak mengetahui pembelanjaan dari pasar modal.

Mereka bahkan enggan memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembelanjaan. Bahkan ada 8,4% dari responden yang menyatakan belum mengetahui tentang pasar modal dan sebesar 10,4% menyatakan penerbitan sekuritas dalam rangka memperoleh dana harus melalui proses yang rumit.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement