IDXChannel – Krisis yang dialami bank Amerika Serikat (AS) Silicon Valley Bank (SVB) dan bank Swiss Credit Suisse mengguncang pasar saham, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat terperosok ke level psikologis 6.500 pekan lalu.
IHSG yang masih volatil, ditambah bank sentral AS The Fed yang kembali mengerek suku bunga sebesar 25 bps, kendati memang masih sesuai ekspektasi, akan membuat investor wait and see dan memasang mode defensif.
Belum lagi, nilai transaksi harian bursa cenderung sepi di tengah bulan puasa atau Ramadan dan masa-masa libur lebaran nanti.
Bagi investor yang berniat masuk ke pasar di situasi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, dengan IHSG downtrend (minus 2,32 persen YtD), tidak ada salahnya memilih saham-saham dengan neraca yang sehat dan pertumbuhan yang solid tahun ini. Ciri-ciri saham defensif.
Apabila menengok saham-saham pilihan DBS Group Research yang dirilis pada 17 Maret 2023, investor bisa menyimak nama-nama seperti PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Dalam risetnya, DBS Group membagi tiga kategori saham, blue chip, berbasis dividen, dan pertumbuhan (growth).
Sederhananya, saham blue chip memberikan pertumbuhan stabil dalam jangka waktu panjang.
Kemudian, saham yang rajin bagi dividen menyediakan aliran penghasilan yang baik, sedangkan growth stock memberikan pertumbuhan cuan (capital gain) dalam 12 bulan terakhir.
Bagi investor yang doyan berinvestasi lebih dari setahun, memegang saham blue chip bisa menjadi pilihan. Dalam situasi saat ini, DBS Group menjagokan emiten telekomunikasi EXCL dengan target harga (TP) Rp2.900/saham (potensi naik 41,46 persen) di kategori blue chip.
“Kami memperkirakan kenaikan suku bunga antara 50-75 bps di 1Q23F [proyeksi kuartal I 2023]. Portofolio utang suku bunga mengambang EXCL sebesar 70%. Selanjutnya, lelang spektrum berikutnya untuk 700MHz dan Band 2,6GHz/3,5GHz ada berlangsung pada 2023-24,” jelas DBS Research, dikutip IDXChannel, Jumat (24/3/2023).
Blue chip pilihan DBS lainnya adalah emiten consumer goods milik Grup Salim INDF. Ini karena, mengutip Tim DBS Research, “sebagai perusahaan makanan, strategi inti Indofood adalah memproduksi produk makanan pokok yang cenderung lebih tangguh selama perlambatan ekonomi dan kenaikan inflasi.”
Selain itu, kata DBS, konsumsi masyarakat Indonesia kembali normal tahun ini, “yang akan meningkatkan permintaan, terutama selama musim perayaan.”
TP untuk INDF berada di Rp8.800/saham, atau potensi upside 43,67 persen dari harga penutupan Selasa (21/3) yang berada di Rp6.125/saham.
Lebih lanjut, untuk saham yang rajin bagi dividen, DBS memilih saham Grup Salim lainnya, emiten perkebunan LSIP dengan TP Rp1.500/saham (upside 49,25 persen).
DBS menyebut, LSIP sedang dalam siklus produksi yang matang dan prima. Perkebunannya saat ini berada dalam periode produksi yang stabil, “yang membawa beberapa keuntungan, termasuk biaya per hektar yang stabil.”
Di samping LSIP, DBS juga memasukkan saham emiten migas MEDC dalam kategori saham dividen dengan TP di Rp1.900/saham atau potensi naik 117,14 persen dari harga saat ini.
Terakhir, kategori saham pertumbuhan, ada tiga nama yang dimasukkan DBS, yakni emiten properti CTRA, e-commerce BUKA dan bank BUMN BBNI.
CTRA memiliki TP di angka Rp1.200 (+28,34 persen), BUKA di Rp355 (+57,08 persen), dan BBNI di Rp11.200 (+21,41 persen). (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.