sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

PDB China Tumbuh Lampaui Ekspektasi, Indeks Hang Seng dan Shanghai Malah Memerah

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
18/04/2023 09:54 WIB
China baru saja merilis data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) terbaru yang menunjukkan ekonomi China tumbuh 4,5% year-on-year (yoy).
PDB China Tumbuh Lampaui Ekspektasi, Indeks Hang Seng dan Shanghai Malah Memerah. (Foto: MNC Media)
PDB China Tumbuh Lampaui Ekspektasi, Indeks Hang Seng dan Shanghai Malah Memerah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - China baru saja merilis data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) terbaru yang menunjukkan ekonomi China tumbuh 4,5% year-on-year (yoy).

Angka ini menguat dari bulan sebelumnya sebesar 2,9%. (Lihat grafik di bawah ini.)

Pasar Asia merespons dengan penurunan indeks utama Hang Seng dan Shanghai Composite. Indeks Hang Seng terpantau turun 0,67% di level 20.638. Indkes Shanghai Composite juga terpantau lesu 0,10 ke level 3382,61, menurut data RTI Business pada pukul 09.30 WIB, Selasa, (18/4). Adapun indeks Asia lainnya seperti Nikkei 225 naik 0,56% ke level 28.675.

Sebelumnya, para analis memprediksi angka pertumbuhan PDB China berada di level 4% pada kuartal pertama dibanding tahun sebelumnya.

Meskipun meleset 50 basis poin dari perkiraan konsensus, angka PDB ini masih di bawah target pemerintah untuk pertumbuhan setahun penuh sekitar 5%.

Pemerintah China menetapkan target pertumbuhan PDB 2023 untuk ekonomi domestik sekitar 5%, lebih rendah dari target tahun lalu sebesar 5,5%.

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, China menetapkan target ambisius pasca tiga tahun memberlakukan pembatasan ketat akibat Covid-19.

PDB China disebut bernilai USD17.734,06 miliar pada 2021, menurut data resmi dari Bank Dunia. Nilai PDB China mewakili 7,94 % ekonomi dunia.

Model makro global Trading Economics dan ekspektasi analis, PDB China diperkirakan akan mencapai USD17.300 miliar hingga akhir tahun 2023. Dalam jangka panjang, PDB China diproyeksikan menjadi tren sekitar USD17.500 miliar pada 2024 dan USD17.800 miliar pada 2025.

Namun, perekonomian China hanya tumbuh 3% tahun lalu, jauh meleset dari target 2022 dan menandai salah satu tingkat pertumbuhan paling lambat dalam hampir setengah abad terakhir.

Ekonomi Masih Berjuang

Berdasarkan sejumlah data makroekonomi negeri Tirai Bambu, bulan Maret lalu mungkin menunjukkan sedikti pergerakan ekonomi China dari sisi output industri, investasi, dan penjualan ritel.

Aktivitas manufaktur China sedikit melambat pada bulan Maret di tengah ketahanan permintaan lokal dan berlanjutnya momentum pencabutan lockdown Covid-19 di awal tahun ini.

PMI Manufaktur NBS China turun menjadi 51,9 pada Maret 2023 dari 52,6 pada bulan sebelumnya yang merupakan laju tercepat sejak April 2012, dibandingkan dengan perkiraan pasar sebesar 51,5.

Meskipun melambat, ini menjadi ekspansi bulan ketiga berturut-turut.

Indeks pesanan baru juga melambat tipis 53,6 dibandingkan 54,1 pada Februari. Sementara pertumbuhan output juga melambat 54,6 dibanding 56,7 bulan sebelumnya.

Sementara perdagangan ritel China meningkat 3,5% dari tahun sebelumnya dalam angka gabungan untuk Januari-Februari 2023, sesuai dengan konsensus pasar dan bergeser dari penurunan 1,8% pada bulan Desember.

Ini juga pertumbuhan pertama dalam perdagangan ritel setelah penurunan dalam tiga periode sebelumnya dan kenaikan terkuat sejak Agustus 2022, didukung oleh pemulihan konsumsi setelah Beijing menghentikan pembatasan akibat Covid-19 pada akhir 2022.

Pemerintah China juga telah menetapkan target inflasi 2023 sekitar 3% yang tidak berubah dari target 2022 dengan inflasi tahun lalu berada di level 2,0%.

Di akhir tahun lalu, perekonomian China secara tak terduga menunjukkan tidak ada pertumbuhan berdasarkan penyesuaian kuartalan dalam tiga bulan terakhir hingga Desember 2022.

Ini juga meleset dari perkiraan konsensus pasar yang memprediksi ekonomi akan kontraksi 0,8% dan setelah ekspansi 3,9% pada kuartal ketiga 2022.

Sementara itu, Beijing berupaya memberikan sejumlah stimulus untuk menghidupkan kembali konsumsi domestik dan aktivitas bisnis negeri Tirai Bambu, karena permintaan asing melemah di tengah meningkatnya risiko resesi global. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement