IDXChannel - Mantan Menteri Keuangan Inggris periode Februari 2020 hingga Juli 2022, Rishi Sunak, secara resmi dilantik sebagai Perdana Menteri (PM) yang baru, menggantikan pejabat sebelumnya, Liz Truss, yang mengundurkan diri.
Pergantian tampuk kepemimpinan ini terpantau direspon positif oleh pelaku pasar, terutama di pasar uang. Hal ini terlihat dari pergerakan mata uang Poundsterling yang justru menguat dari posisi terendahnya, pada penutupan perdagangan Senin (24/10/2022).
Sebagaimana dilansir Reuters, nilai tukar Pound merangkak naik ke posisi tertingginya selama inflasi, yaitu mendekati 1,14 per dolar AS, meski kemudian merosot tipis ke level 0,2 persen di 1,1307 per dolar AS.
Tren penguatan ini dinilai sebagian pihak sebagai sinyal keoptimisan yang merebak di kalangan pelaku pasar, pasca bergantinya tongkat estafet PM Inggris ke tangan Sunak. Pelaku pasar berharap kebijakan Sunak lebih bisa membawa perekonomian Inggris ke arah yang lebih baik.
Kantor Statistik Nasional Inggris pada pekan lalu memperkirakan bahwa biaya barang dan jasa di Inggris selama September telah melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, dengan Indeks Harga Konsumen (CPI) meningkat menjadi 10,1 persen.
Dalam laporannya, Reuters mencatat bahwa lonjakan inflasi mulai terjadi usai Rusia memberlakukan pembatasan energi, sebagai balasan kepada negara-negara Barat yang telah menjatuhkan sanksi atas invasi yang mereka lakukan ke Ukraina.
Pembatasan tersebut mau tidak mau mendongkrak biaya energi, yang selanjutnya turut mengerek naik sejumlah harga kebutuhan pokok, sehingga membuat masyarakat Inggris semakin kesulitan. Kondisi ini memicu terjadinya perlambatan ekonomi.
Namun, seiring dengan naik tahtanya Sunak, nilai Pound perlahan merangkak naik, sekaligus membayar kerugian yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Nilai Pound berbalik arah, bila dibanding dengan posisinya pada bulan lalu, di mana level Pound jatuh ke posisi terendah terhadap dolar AS.
Tak hanya posisi Pound, pelantikan Sunak juga membuat biaya utang pemerintah turun, dengan tingkat bunga atau hasil obligasi yang akan dilunasi dalam waktu 30 tahun menjadi 3,8 persen.
Setelah sebelumnya tingkat utang Inggris melonjak mencapai 5,17 persen, akibat kebijakan pemangkasan pajak secara besar–besaran yang diterapkan oleh mantan Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng. (TSA)