Lantas mengapa GIAA bisa rugi?
Mengacu laporan keuangan, serangkaian beban mengalami peningkatan. Pos beban terbesar berasal dari ongkos operasional penerbangan yang mencapai USD1,13 miliar. GIAA mencatat terdapat kenaikan biaya bahan bakar dari semula USD544,2 juta menjadi USD695,18 juta, disusul peningkatan gaji tunjangan dan imbalan untuk karyawan.
Biaya operasional sewa dan charter pesawat juga meningkat menjadi USD83 juta dari USD50,14 juta. Demikian juga pengeluaran suku cadang mencapai USD66,72 juta, meskipun biaya pemeliharaan dan perbaikan turun di level USD10,49 juta dari USD18,55 juta.
Kendati perseroan mampu memangkas beban umum administrasi di level USD129,07 juta, sayangnya keperluan biaya bandara meningkat di tahun ini menjadi USD154,77 juta, yang utamanya berasal dari biaya pelayanan pesawat dan penerbangan.
Komisi penjualan tiket juga terlihat meningkat menjadi USD72,49 juta, dari USD35,09 juta, demikian pula beban reservasi di angka USD55,72 juta, sehingga menambah kenaikan total beban tiket, penjualan, dan promosi mencapai USD149,77 juta.
Ini juga belum ditambah kenaikan beban pelayanan penumpang, hingga aneka ongkos operasional pendapatan lain, termasuk hotel, transportasi, dan lainnya, plus beban keuangan yang segunung. Sehingga GIAA telah merugi secara operasional, yang terlihat dari rugi sebelum pajak mencapai USD103,05 juta.