“Efisiensi pabrik ini adalah keputusan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diambil,” kata Direktur Utama KAEF, David Utama saat Media Briefing di Jakarta, ditulis Senin (3/6).
David menjelaskan, inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan penyebab utama turunnya kinerja perseroan di tahun lalu. Salah satu penyebab inefisiensi operasional karena kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bisnis perseroan.
Terkait rencana ini, Direktur Produksi & Supply Chain KAEF, Hadi Kardoko menambahan, perseroan tengah mengkaji perihal teknis perampingan fasilitas produksi. Hadi menegaskan, jika prosedur yang dilakukan tidak akan melanggar aturan yang berlaku.
“Kalau di farmasi ada regulasi yang harus dipatuhi, ada pabrik yang tidak bisa langsung disetop sekarang, ada registrasi dalam pemindahan, ada langkah yang harus kami lakukan, tapi sudah mulai perampingan lini produksi,” ungkap Hadi.
Namun sepanjang 2023, KAEF mampu mencetak pertumbuhan penjualan menjadi Rp9,96 triliun, naik 7,93% dibandingkan dengan periode 2022 sebesar Rp9,23 triliun. Pertumbuhan penjualan KAEF meningkat lebih tinggi di tengah kondisi pasar farmasi nasional yang tertekan pada tahun 2023.
(FAY)