IDXChannel - Indonesia segera memiliki bursa karbon atau perdagangan karbon (carbon exchange) yang rencananya diluncurkan pada September 2023.
Kehadiran bursa karbon tersebut akan memberikan dampak luar biasa dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara global. Apalagi Indonesia masuk 10 besar negara penghasil emisi CO2 terbesar di dunia dengan angka 192,7 mtCO2, berdasarkan laporan Ember Climate 2023.
Karena itu, bursa karbon dibutuhkan sebagai wadah pembelian dan penjualan kredit yang mengizinkan perusahaan atau entitas lain untuk mengeluarkan sejumlah karbon dioksida. Dengan kata lain, entitas bisnis diberikan batasan atas jumlah emisi gas rumah kaca yang dapat mereka hasilkan.
Untuk mencapai tujuan net zero emission di 2060, pemerintah perlu mewajibkan sertifikasi berkelanjutan atau sertifikasi hijau dalam perdagangan karbon. Tentunya, kehadiran bursa karbon menjadi jalan baru bagi pengembangan bisnis jasa perusahaan Testing, Inspection, and Certification (TIC).
Sebab jasa TIC bisa memberikan validasi serta verifikasi gas rumah kaca berdasarkan ISO 14064-2, yakni serangkaian sistem pengelolaan gas rumah kaca yang menyediakan program keberlanjutan bagi organisasi untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan energi dalam kegiatan usaha pelanggan.
Jika melihat nilai perdagangan karbon di Indonesia yang diperkirakan bisa mencapai USD1 miliar-USD15 miliar per tahun. Nilai pasar bisnis TIC yang kini baru mencapai Rp20 triliun pun dapat terdongkrak.
“Saya kira langkah konkret kita buka carbon market di Indonesia, nilai perdagangannya bisa USD1 miliar-USD15 miliar per tahun,” ujar Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara penandatanganan “Implementing Arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing,” di Jakarta, Senin (24/7/2023).
Gelar IPO, Mutuagung Lestari (MUTU) Geber Peluang Bursa Karbon
Kebutuhan akan jasa pengujian, pemeriksaan hingga sertifikasi berkelanjutan ini dimanfaatkan oleh PT Mutuagung Lestari Tbk atau MUTU Internasional dalam mengembangkan bisnisnya.
MUTU berencana masuk ke dalam bisnis perdagangan karbon melalui mekanisme perdagangan karbon di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebagai langkah konkret, MUTU International menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC).
ISCC merupakan salah satu sistem sertifikasi terkemuka untuk keberlanjutan dan verifikasi emisi gas rumah kaca. MUTU juga memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon karena sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN. Validasi dan verifikasi proyek yang dilakukan tersebut berdasarkan ISO 14064-2.
Hingga saat ini, MUTU international telah menerbitkan 11 laporan validasi dan verifikasi gas rumah kaca dengan berbagai skema dan program.
Untuk mengepakkan sayap bisnisnya tersebut, Mutuagung Lestari akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal Agustus 2023 dengan kode emiten MUTU.
Debut perdana ini akan memberikan dana segar yang ditargetkan perseroan sebesar Rp103 miliar untuk penambahan modal usaha. Karenanya, dalam penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO), MUTU menawarkan sebanyak 942,85 juta saham atau 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Bersamaan dengan IPO, perseroan juga akan menerbitkan sebanyak 235,71 juta Waran Seri I atau sebanyak 10,71% dari total saham yang ditawarkan dengan harga pelaksanaan Rp324 selama masa berlakunya pelaksanaan.
Presiden Direktur MUTU Internasional Arifin Lambaga menjelaskan, IPO merupakan langkah strategis dalam mengembangkan industri jasa pengujian, inspeksi dan sertifikasi atau testing, inspection, certification (TIC). Pasalnya, masih belum banyak perusahaan yang terlibat dalam industri TIC.
“Juga pembangunan ekonomi hijau, digitalisasi, pengembangan ekonomi syariah, peningkatan volume perdagangan dan juga peningkatan kesadaran konsumen akan pentingnya sertifikasi,” kata Arifin dalam konferensi pers di The Langham Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Nantinya hasil dari dana IPO tersebut, 66% akan dialokasikan untuk keperluan belanja modal atau capital expenditure (capex). Di antaranya pengembangan laboratorium baru yang nantinya akan menjadi kantor cabang setelah mendapatkan akreditasi.
Kemudian sebesar 34% akan dialokasikan untuk keperluan modal kerja atau operational expenditure (opex) yang mencakup biaya pengadaan bahan baku, biaya operasional, biaya pemasaran, serta biaya umum dan administrasi. Serta yang berkaitan dengan pengembangan SDM untuk green economy, sharia economy, dan digital economy.
"Perseroan meyakini dimasa mendatang kebutuhan atas Green Economy akan semakin tinggi dalam mendukung berjalannya program net zero emission di Indonesia maupun dunia," tulis manajemen MUTU dalam prospektus e-IPO di keterbukaan informasi BEI, Rabu (12/7/2023).
Direktur Keuangan MUTU Sumarna menargetkan pertumbuhan kinerja sebesar 30% dengan membidik ekonomi hijau, ekonomi syariah dan ekonomi digital.
Pasalnya, perseroan dapat memainkan peran besar dalam memberikan pengujian, inspeksi dan sertifikasi bagi perusahaan kelapa sawit, kayu, pangan dan lainnya.
“Karena saat ini tren ekonomi hijau tidak hanya sebatas gas rumah kaca (GRK), melainkan juga berkembang memasuki ekonomi sirkular seperti water footprint, plastik dan lain-lain,” jelas Sumarna.