"Pendapatan turun sebesar 70 persen dari Rp1,3 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp414 miliar pada tahun 2020 dengan profitabilitas pada tahun 2019 laba sebesar Rp230 miliar turun menjadi rugi Rp392 miliar. Meskipun total kewajiban naik sebesar 17 persen yang diakibatkan kenaikan utang (PBB, provisi) dan utang bank, dan total aset terkoreksi sedikit menurun 1,3 persen. Sedangkan ekuitas turun sebagai akibat kerugian yang tercatat di tahun 2020," ujar Teuku dalam Public Expose secara virtual, Senin (30/8/2021).
Meskipun kinerja keuangan tidak terlalu menggembirakan. Perusahaan tetap mempertahankan komitmen tidak melakukan lay off kepada karyawan yang telah ikut membangun Perusahaan sampai saat ini. Manajemen juga mempertahankan posisi free cashflow untuk menjamin kelangsungan operasi. Perusahaan dan menjaga credit rating dari Pefindo di single A sehingga termasuk dalam investment grade.
“Untuk dapat bertahan dimasa pandemi, Manajemen melakukan beberapa hal untuk melakukan efisiensi cashflow diantaranya dengan penerapan strategi basic cost, dimana biaya yang dikeluarkan hanya yang benar-benar untuk keselamatan pengunjung, penjadwalan ulang semua proyek dan fokus untuk penyelesaian proyek Symphony of The Sea (kawasan pantai timur)," kata dia.
Adapun program-program pengembangan produk yang sempat tertunda karena pandemi akan tetap dijalankan untuk menyiapkan produk-produk yang lebih baik untuk menyongsong masa new normal, diantaranya upaya menambah segmen baru dengan pembangunan Masjid Apung, Museum Rasulullah dan fasilitas pendukungnya di kawasan Pantai Timur Ancol, serta penataan pedestrian lanjutan.
Selain itu, Perseroan telah mencanangkan inisiatif transformasi bisnis secara menyeluruh sebagai respon terhadap beragam perubahan lokal dan global yang terjadi sangat cepat termasuk Pandemi COVID-19.