Valuasi Murah
Seiring dengan itu, kata Algo, meskipun profitabilitas dan dividen yang lebih tinggi telah dibagikan kepada investor, saham batu bara diperdagangkan dengan valuasi yang jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
Menggunakan rasio harga saham-terhadap-laba (PER) sebagai metode valuasi, 6 dari 9 saham batu bara yang melantai di bursa (67 persen dari total) memiliki rasio multiple yang lebih rendah pada 2023 dibandingkan dengan 2017.
Penurunan valuasi ini bervariasi, dari -12 persen hingga yang terendah -78 persen, dengan derating (penurunan) valuasi paling signifikan berasal dari ADRO (dari 9,2x menjadi 2,9x) dan UNTR (dari 17,8x menjadi 4x).
“Pengecualian seperti BUMI, TOBA, dan INDY disebabkan oleh pendapatan/beban non-operasional yang bersifat satu kali (one-offs), tetapi harga saham mereka juga mengalami penurunan yang serupa dibandingkan sebelumnya,” tulis Algo Research.
Potensi Divestasi Lainnya
Algo Research pun memberikan daftar sejumlah emiten batu bara lainnya yang berpotensi melakukan aksi korporasi untuk diversifikasi bisnis.
Pertama, UNTR. Jika tekanan terhadap praktik ESG semakin kuat, Grup Astra (ASII) mungkin mempertimbangkan divestasi UNTR, meskipun kontribusinya signifikan terhadap laba.
Kedua, INDY. Perusahaan sudah mulai menjual aset batu bara dan berekspansi ke tambang logam mulia. Menurut Algo, dengan harga yang tepat, divestasi lebih lanjut mungkin dilakukan.
Ketiga, TOBA. Perusahaan ini fokus pada energi terbarukan dan kendaraan listrik. Untuk mendapatkan pendanaan lebih murah, divestasi batu bara mungkin menjadi pilihan.
Singkatnya, langkah ADRO ini dapat menjadi pendorong bagi emiten-emiten lain untuk mengevaluasi strategi bisnis mereka. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.