sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rapor IHSG September dalam 10 Tahun Terakhir, Bagaimana Proyeksinya di 2023?

Market news editor Dinar Fitra Maghiszha
04/09/2023 06:55 WIB
Apabila dihitung rata-rata 10 tahun terakhir hingga Jumat (1/9) atau 10 years to date, maka IHSG September masih mengalami koreksi 1,16 persen.
Rapor IHSG September dalam 10 Tahun Terakhir, Bagaimana Proyeksinya di 2023? (FOTO:MNC Media)
Rapor IHSG September dalam 10 Tahun Terakhir, Bagaimana Proyeksinya di 2023? (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Perdagangan saham mulai memasuki awal September tepat pada akhir pekan lalu (1/9). 

Sebagai indikator pergerakan seluruh saham, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup bervariatif pada bulan terakhir kuartal ketiga ini.

MNC Portal Indonesia (MPI) mengulas kinerja IHSG periode September dalam 10 tahun terakhir, atau genap sejak tahun 2013, lalu membaca peluangnya pada September 2023.

Dari data yang dihimpun, IHSG mengalami penurunan sebanyak 6 kali, tepatnya pada September 2022, 2020, 2019, 2018, 2016, dan 2015. Sementara periode IHSG September yang menghijau terjadi pada 2013, 2014, 2017, dan 2021.

Artinya, dalam 10 tahun terakhir, rapor IHSG periode September sebagian besar berada di zona merah.

Tekanan terbesar (secara bulanan) terjadi pada September 2020 dan 2015. Saat itu IHSG masing-masing turun 7,03 persen, dan 6,34 persen. Sedangkan peningkatan terbanyak terjadi pada September 2013 dan 2021, masing-masing sebesar 2,89 persen dan 2,22 persen.

Apabila dihitung rata-rata 10 tahun terakhir hingga Jumat (1/9) atau 10 years to date, maka IHSG September masih mengalami koreksi 1,16 persen.

Bagaimana Peluang IHSG September 2023?

Jika dalam 10 tahun terakhir indeks komposit secara umum memerah, tetapi setidaknya dalam tiga bulan terakhir IHSG mengalami kenaikan beruntun (periode Juni-Agustus 2023).

Sementara jika ditarik sepanjang tahun atau year to date (Ytd) per Jumat (1/9), IHSG masih tumbuh 1,85 persen di level 6.977.

Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih justru mewaspadai adanya tekanan jual dari pelaku pasar setelah penguatan indeks dalam 3 bulan terakir.

Adapun kebijakan baru Auto Rejection Bawah (ARB) simetris juga mulai berlaku tepat Senin depan (4/9).

"Dampak negatif ARB simetris adalah fluktuasi harga saham yang signifikan, apalagi saham tersebut memiliki pembobotan cukup besar di IHSG," kata Ratih dalam risetnya, Minggu (3/9/2023).

Peluang indeks menyentuh level 7.000an pada bulan ini, diperkirakan Ratih, hanya maksimal berada di level 7.050, dengan level terendah hingga 6.850.

"Namun, jika IHSG mengalami koreksi, momentum tersebut bisa dijadikan peluang untuk akumulasi saham di saat harganya sedang terdiskon," paparnya.

Katalis

Katalis penggerak pasar berasal dari kabar ekonomi makro domestik dan mancanegara. Dari dalam negeri, selain kebijakan ARB simetris, Ratih membaca dampak kenaikan inflasi, terutama untuk sektor pangan menyusul musim kemarau yang berkepanjangan (El Nino).

Sementara kenaikan komoditas energi dinilai bakal membawa angin segar bagi emiten energi di bursa.

Dari sisi mancanegara, pemulihan ekonomi China yang tercermin dari PMI Manufakturnya dapat membawa kabar baik. Akselerasi ini sejakan dengan stimulus pemerintah China untuk meningkatkan daya beli.

Adapun bulan September bakal menjadi perhatian pasar, karena bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve bakal mengumumkan kebijakan suku bunga acuan pada pertemuan dewan (FOMC) pada 20-21 September mendatang. Ratih menilai The Fed bakal menunda kenaikan mengingat mulai mendinginnya pasar tenaga kerja.

"Suku bunga The Fed diperkirakan tetap pada level 5,25-5,50 persen," tutup Ratih.

(SAN)

Halaman : 1 2 3 4
Berita Rekomendasi

Berita Terkait
Advertisement
Advertisement