Dia menambahkan, meskipun pasar saham Indonesia memiliki banyak investor retail, kekuatan pasar sebenarnya terletak pada investor besar, terutama institusi.
"Big is powerful. Tidak cukup hanya memiliki jumlah emiten yang banyak, karena kekuatan pasar yang sejati berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kapasitas dan dukungan investor institusi," kata Budi.
Senada dengan Budi, pengamat pasar modal Dipo Satria Ramli mengatakan perusahaan menengah memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, mereka seringkali terkendala dalam mengakses pembiayaan.
"Akses ke modal selalu menjadi masalah bagi perusahaan menengah. Mereka bisa berkontribusi sekitar 12 hingga 16 persen terhadap perekonomian, namun tetap terbatas dalam mendapatkan dana yang cukup untuk berkembang," kata Dipo.
Dipo menambahkan, meskipun pasar modal Indonesia memiliki papan pengembangan dan akselerasi, regulasi dan biaya yang tinggi seringkali menjadi hambatan utama.
"Biaya yang diperlukan untuk IPO bisa mencapai Rp3 hingga Rp5 miliar, dan regulasi yang ada saat ini lebih mengutamakan perusahaan besar. Padahal, untuk pasar modal yang berkembang, peraturan yang ada harus lebih fleksibel dan mendukung perusahaan menengah," katanya.