Dia mengungkapkan, Jepang telah menjadi mitra tepercaya. Pada 2024, keduanya sepakat menandatangani Perjanjian Pengakuan Bersama (Mutual Recognition Arrangement/MRA) berdasarkan Pasal 6.2 Perjanjian Paris. Hal ini memungkinkan kedua negara untuk mengembangkan dan mengakui kredit karbon bersama-sama, dengan transparansi dan kredibilitas penuh.
"Banyak perusahaan Jepang yang sudah bekerja sama dengan mitra Indonesia di bidang kehutanan. Dengan dukungan APHI, para pemegang konsesi hutan Indonesia siap untuk meningkatkan proyek karbon, dari penebangan berkelanjutan yang bersertifikat hingga penanaman bakau. Yang kita butuhkan sekarang adalah lebih banyak kolaborasi, lebih banyak investasi, dan lebih banyak kepercayaan di pasar bersama ini," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menjelaskan, ekspor produk kayu Indonesia ke Jepang mencapai USD301,29 juta. Kontributor utama ekspor ini adalah panel kayu, kertas, dan furnitur.
Meski demikian, panel berbasis kayu tetap menjadi produk ekspor utama ke Jepang, data menunjukkan tren penurunan nilai ekspornya.
"Kami memahami bahwa produksi panel berbasis kayu dalam negeri Jepang telah meningkat, terutama dengan memanfaatkan kayu perkebunan. Kami berencana untuk mengalihkan penggunaan kayu hutan alam Indonesia, yang secara tradisional digunakan sebagai bahan baku untuk produk panel, menuju produk bernilai tambah lebih tinggi seperti pengerjaan kayu," ujar dia.