sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rupiah Diprediksi Stabil Kisaran Rp14.000-15.000 per Dolar hingga 2022

Market news editor Kunthi Fahmar Sandy
24/09/2021 17:20 WIB
Nilai tukar telah berhasil melewati beberapa rangkaian gejolak, sebuah pencapaian yang tercermin sangat baik lewat penghargaan yang diraih Bank Indonesia.
Rupiah Diprediksi Stabil Kisaran Rp14.000-15.000 per Dolar hingga 2022 (FOTO:MNC Media)
Rupiah Diprediksi Stabil Kisaran Rp14.000-15.000 per Dolar hingga 2022 (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Bank Indonesia memperpanjang jeda kebijakan suku bunga untuk tujuh bulan berturut-turut, mempertahankan suku bunga acuan (7-day reverse repo rate) sebesar 3,5%. 

Sementara itu, kebutuhan untuk mengamankan stabilitas rupiah menambah alasan bank sentral untuk menahan suku bunga menjelang pertemuan Komisi Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee, FOMC) AS pada minggu ini. 

"Kami memperkirakan rupiah akan stabil antara Rp14000 dan Rp15000 per dolar AS hingga 2022," tulis DBS Group Research, Jumat (24/9/2021). 

Sejak perang dagang AS-Tiongkok merebak pada 2018, nilai tukar telah berhasil melewati beberapa rangkaian gejolak, sebuah pencapaian yang tercermin sangat baik lewat penghargaan yang diraih Bank Indonesia sebagai manajer cadangan devisa terbaik di Central Banking Awards 2021. 

BI diakui atas keberhasilannya menstabilkan rupiah selama pandemi Covid di bawah kerangka alokasi strategis faktor makro baru. 

Terlepas dari beberapa gejolak pada kurva imbal hasil surat berharga pemerintah AS yang lebih tajam pada awal tahun ini, rupiah membuktikan ketahanannya terhadap gelombang Covid-19 mematikan kedua sejak Juni hingga Juli dan sikap Bank Sentral AS yang condong keras sejak Juni. 

Berbeda dengan episode taper tantrum 2013, Indonesia tidak dicirikan oleh ketidakseimbangan makroekonomi utama saat ini. 

"Sebagai contoh, Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index, CPI) dan inflasi inti berada di bawah target resmi 2-4% sejak Agustus 2020," beber dia. 

Meskipun defisit transaksi berjalan kembali pada paruh pertama 2021 setelah surplus pada paruh kedua 2020, selisihnya tidak sebesar pada 2013. Meskipun demikian, lembaga pemeringkat menaruh perhatian pada komitmen pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal pasca skema berbagi beban fiskal untuk memerangi pandemi. 

"Ada sedikit ruang untuk berpuas diri. Bank Sentral AS berniat untuk mulai mengurangi pembelian aset sebelum akhir 2021, fakto utama yang mendukung dolar AS tahun ini," ucapnya. 

Untuk saat ini, tidak ada pengulangan perbedaan kebijakan moneter utama (misalnya Abenomics dan ECB QE vs penurunan pembelian aset dan kenaikan nilai tukar AS) yang mendorong dolar AS naik pada 2013-2015. Namun, gejolak pasar keuangan dapat meningkat karena lebih banyak bank sentral global menghentikan stimulus pandemi mereka.

(SANDY)

Halaman : 1 2 3
Berita Rekomendasi

Berita Terkait
Advertisement
Advertisement