Indonesia saat ini mengimpor minyak mentah diperkirakan 1 juta barel per hari untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) . Ancaman terbesar dari konflik ini terhadap ekonomi Indonesia berasal dari potensi lonjakan harga minyak dunia.
Adapun Indonesia bukan lagi eksportir minyak bersih, sehingga setiap kenaikan harga minyak mentah secara langsung berdampak pada biaya impor dan tekanan terhadap neraca perdagangan.
Kemudian, pelemahan rupiah dianggap akan membawa implikasi fiskal yang cukup serius, terutama terhadap beban subsidi pemerintah. Saat harga minyak dunia naik dan rupiah melemah, maka harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) otomatis melonjak.
Padahal, apabila pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi tetap seperti Pertalite dan Solar, selisih antara harga pasar dan harga jual harus ditanggung oleh anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dalam bentuk tambahan subsidi energi, sehingga defisit anggaran akan melebar.
Selain itu, Bank Indonesia terus melakukan intervensi transaksi NDF di pasar luar negeri serta transaksi spot, DNDF di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas di pasar keuangan.