IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah tipis pada akhir perdagangan Rabu (3/12/2025), turun 3 poin atau sekitar 0,02 persen ke level Rp16.628 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, salah satu sentimen pelemahan rupiah adalah datang dari faktor eksternal yaitu pasar kini memperkirakan probabilitas pemangkasan suku bunga sekitar 90 persen pada pertemuan The Fed 9-10 Desember, menurut perangkat FedWatch CME.
“Di saat yang sama, sinyal melemah dari data ekonomi AS telah memperkuat spekulasi tentang pemangkasan suku bunga,” tulis Ibrahim dalam risetnya.
Pelaku pasar sedang menunggu rilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP sektor swasta untuk November yang akan dirilis pada Rabu dan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) September yang tertunda dan dijadwalkan pada Jumat, keduanya diawasi ketat oleh The Fed.
Pasar juga berspekulasi tentang pergantian kepemimpinan di The Fed. Laporan menunjukkan bahwa Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih yang dikenal karena dukungannya terhadap suku bunga yang lebih rendah, adalah kandidat terdepan untuk menggantikan Ketua saat ini, Jerome Powell. Kemungkinan ini telah memperkuat antisipasi akan kebijakan moneter yang lebih lunak di bawah kepemimpinan baru.
Kemudian, Rusia dan AS tidak mencapai kompromi mengenai kemungkinan kesepakatan damai untuk Ukraina setelah pertemuan lima jam antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan utusan utama Presiden AS Donald Trump, demikian pernyataan pemerintah Rusia pada hari Rabu.
Selain itu, tuduhan Putin pada hari Selasa bahwa kekuatan-kekuatan Eropa menghalangi upaya AS untuk mengakhiri perang dengan mengajukan proposal yang mereka tahu "sama sekali tidak dapat diterima" oleh Moskow telah meningkatkan kekhawatiran bahwa pasokan Rusia akan terus dibatasi hanya untuk pembeli seperti China dan India karena perundingan tersebut mungkin tidak menghasilkan kesepakatan.
Dari sentimen domestik, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga kebijakan hingga 50 basis poin. OECD mencatat bahwa siklus penurunan suku bunga yang dimulai pada Agustus 2024 telah membawa BI rate turun dari 6,25 persen menjadi 4,75 persen.
Meski demikian, penurunan tersebut belum tersalurkan secara penuh ke suku bunga kredit perbankan maupun imbal hasil obligasi korporasi, yang baru turun marginal dibanding awal periode pelonggaran. Pertumbuhan kredit pun disebut masih jauh di bawah rata-rata historis sebelum pandemi dan sebelum siklus pelonggaran dimulai.
Dengan ekspektasi inflasi yang stabil serta proyeksi permintaan domestik yang berada di sekitar tingkat tren, OECD menilai ruang pelonggaran tambahan masih cukup terbuka.
Namun, OECD menekankan pentingnya pendekatan data-dependent agar BI mampu menyeimbangkan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kewaspadaan terhadap risiko inflasi, terutama dari depresiasi rupiah sekitar 3 persen terhadap dolar Amerika sejak awal tahun. Pelemahan kurs tersebut sebagian disebabkan oleh penyempitan selisih suku bunga dengan negara maju.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.620-Rp16.640 per dolar AS.
(Febrina Ratna Iskana)