Namun, OECD menekankan pentingnya pendekatan data-dependent agar BI mampu menyeimbangkan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kewaspadaan terhadap risiko inflasi, terutama dari depresiasi rupiah sekitar 3 persen terhadap dolar Amerika sejak awal tahun. Pelemahan kurs tersebut sebagian disebabkan oleh penyempitan selisih suku bunga dengan negara maju.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.620-Rp16.640 per dolar AS.
(Febrina Ratna Iskana)