IDXChannel - Nilai tukar rupiah pada akhir perdagangan hari ini ditutup stagnan di level Rp 14.373 atas dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut Analis Keuangan Ibrahim Assuaibi, realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan surplus pada Juni 2021 sebesar US$ 1,32 miliar, tetapi masih lebih rendah dari surplus neraca dagang Juli 2020 yakni US$ 3,26 miliar.
Ia pun menuturkan pelaku pasar merespon positif pidato nota keuangan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo mengenai APBN 2022. Pelaku pasar melihat APBN 2022 itu dirancang antisipatif, responsif, dan fleksibel sebagai instrumen pemulihan ekonomi dan menghadapi berbagai ketidakpastian ke depan.
“Meski ekonomi diprediksi membaik di tahun 2022, pemerintah akan terus berhati-hati terhadap risiko ketidakpastian yang masih tinggi, baik itu yang berasal dari tidak meratanya pemulihan ekonomi secara global maupun risiko ketidakpastian penanganan pandemi,” katanya dalam rilis yang diterima, Rabu (18/8/2021).
Konsistensi pemerintah ini, lanjut Ibrahim, menjadikan APBN sebagai instrumen pemulihan sejak awal pandemi. Capaian strategi penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 yang mencapai 7,07 persen.
Selain itu, agenda reformasi struktural untuk peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan terus dilakukan.
“Hal ini telah dimulai dengan implementasi UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur konektivitas dan untuk mendorong industrialisasi, serta penciptaan ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha,” terangnya.
Dengan mempertimbangkan pemulihan dan reformasi struktural tersebut, menurut Ibrahim, asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2022 ditargetkan pada kisaran 5,0 - 5,5 persen.

Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat terbatas di rentang Rp14.360 - Rp14.390.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan pada Juli 2021 mengalami surplus sebesar US$ 2,59 miliar.
"Kalau kita amati dari tahun 2020, surplus ini membukukan selama 15 bulan beruntun. Jadi 15 bulan kebelakang kita selalu surplus, ini juga memberikan indikasi ekonomi membaik karena neraca perdagangan kita selama 15 bulan beruntun mengalami surplus," terang Kepala BPS Margo Yuwono saat konferensi pers secara virtual, Rabu (18/8/2021).


"Dimana tertinggi terjadi pada Oktober 2020 yang mencapai US$3,58 miliar, kalau kita perhatikan di 2021 saja surplus neraca perdagangan tertinggi terjadi pada Mei sebesar US$2,70 miliar,” sambungnya. (RAMA)