IDXChannel - Nilai tukar rupiah menguat terbatas terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (20/6) setelah mengalami tekanan sejak awal pekan.
Melansir Trading View, rupiah menguat 0,21 persen di level Rp16.360 per dolar AS (USD) pada pukul 09.09 WIB
Pada penutupan sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp16.394 per USD pada perdagangan Rabu (19/6) sekaligus menandai kinerja mata uang Garuda terlemah sejak pertengahan April 2020.
Berdasarkan data Trading View, dalam sebulan rupiah sudah melemah 2,4 persen dan secara mingguan sudah turun 0,68 persen. Pelemahan rupiah secara year to date (YTD) mencapai 6,17 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kini semua mata akan tertuju pada hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga yang dimulai sejak kemarin dan diumumkan hari ini.
RDG BI dilaksanakan pada 19-20 Juni 2024. Sebelumnya, pada RDG BI periode April 2024, BI menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps).
Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, BI menahan suku bunganya pada Mei 2024 pada level 6,25 persen, sejalan dengan ekspektasi pasar.
Namun demikian, angka ini tetap berada pada rekor tertinggi sejak BI rate diperkenalkan pada 2016, yang bertujuan untuk memastikan inflasi umum tetap berada dalam target 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, sekaligus menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Tanggapan BI terhadap pergerakan rupiah dan proyeksi ekonomi ke depan akan menjadi petunjuk pasar.
Sebelumnya, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Mei 2024 sebesar USD22,33 miliar. Angka ini naik 13,82 persen dibandingkan ekspor sepanjang April 2024.
"Total nilai ekspor mengalami peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah dalam Rilis BPS di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Kenaikan ekspor ini lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics sebesar 0,78 persen yoy. Secara aktual, ekspor Indonesia mengalami kenaikan secara tahunan mencapai 2,86 persen yoy.
Namun demikian, angka ekspor Indonesia turun 3,52 persen dari periode Januari hingga Mei 2023.
Jika terus terjadi pelemahan rupiah, maka akan membuat harga barang-barang ekspor Indonesia menjadi lebih murah di pasar global. Sehingga, kenaikan ekspor RI juga tak akan terlalu berdampak pada pendapatan negara.
Di sisi impor, pelemahan rupiah akan menyebabkan harga barang impor akan naik dan menyebabkan terjadi imported inflation alias inflasi barang-barang impor. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan impor akan tertahan. (ADF)