"Ketidakpastian global masih berkaitan dengan dampak kebijakan tarif Trump serta gejolak geopolitik, termasuk efek perang dagang terhadap China dan banyak negara emerging market di Asia," ujar Direktur Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Fitra Jusdiman, kepada Reuters, Selasa (25/3).
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh sentimen negatif dalam negeri ketimbang faktor eksternal.
"Jika kita melihat posisi DXY [indeks dolar AS], memang berada dalam titik konsolidasi yang tinggi yaitu di 104. Tapi perlemahan rupiah ini lebih ke sentimen negatif dalam negeri," ujarnya, Selasa (25/3/2025).
Ia menyoroti ketidakpastian politik serta kebijakan yang belum sepenuhnya diterima oleh investor asing. "Ini terlihat dari bond yield [imbal hasil obligasi bertenor] 10 tahun kita yang semakin melemah ke angka 7,2 persen," katanya.
Michael juga membandingkan kondisi Indonesia dengan Turki, yang sempat mengalami pelemahan lira hingga 12 persen serta penurunan indeks saham sebesar 7 persen dalam sehari.