IDXChannel - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dijadwalkan bakal menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Kamis (15/6/2023) pekan depan.
Rencananya, ada tujuh mata acara yang sedianya bakal dilakukan dalam RUPS tersebut, diantaranya terkait persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan konsolidasian serta penetapan penggunaan laba bersih untuk dividen tahun buku 2022.
Terkait mata acara yang disebut terakhir tersebut, yaitu pembahasan terkait dividen perusahaan, diyakini bakal cukup dinantikan oleh para pelaku pasar.
Pasalnya selama ini PTBA dikenal publik investor sebagai salah satu emiten yang memiliki rekam jejak cukup bagus dalam hal pembagian dividen.
Dalam lima tahun terakhir, misal, anak usaha MIND ID tersebut tercatat selalu rutin mengalokasikan laba bersih yang didapatnya untuk dibagi kepada pemegang saham sebagai dividen tunai.
Tak hanya rutin, PTBA juga dikenal cukup royal dalam membagian dividen, dengan porsi pembagian yang cukup besar bila dibanding dengan emiten-emiten lainnya.
Sebagai informasi, pada 2022 lalu PTBA berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp12,6 triliun, atau tumbuh 59,5 persen dibanding realisasi laba di 2021 yang sebesar Rp7,9 triliun.
Catatan laba tersebut juga sekaligus memecahkan rekor tertinggi perusahaan, yang sebelumnya terpecahkan pada 2021. Artinya, dalam dua tahun terakhir PTBA sukses mencetak rekor laba tertinggi secara berturut-turut, sejak bergabung dengan holding BUMN tambang, di bawah naungan MIND ID, pada 2018 lalu.
Beranjak ke 2023, kinerja PTBA juga tetap solid, dengan ditopang dari sisi produksi dan penjualan batu bara yang masih meningkat. Pada triwulan I-2023, misalnya, produksi batu bara PTBA tercatat mencapai 6,8 juta ton, atau naik tujuh persen secara tahunan.
Dari sisi penjualan, total volume sales batu bara PTBA mencapai 8,8 juta ton atau tumbuh 26 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya mencapai Rp7 juta ton.
Di saat yang sama, rata-rata harga jual batu bara PTBA atau yang dikenal dengan average selling price (ASP) tetap stabil di Rp1,1 juta per ton.
Akibat dari stabilnya harga jual serta peningkatan volume penjualan yang signifikan tersebut, pendapatan perseroan mampu meningkat sebesar 21 persen secara tahunan menjadi Rp10 triliun.
Tantangan utama PTBA terletak pada kenaikan harga pokok penjualan, maka itu manajemen terus berupaya memaksimalkan potensi pasar dalam negeri dan peluang ekspor, serta efisiensi secara terukur di semua lini demi mempertahankan kinerja positif.
"Harga Pokok Penjualan mengalami kenaikan, di antaranya karena biaya jasa penambangan, bahan bakar, royalti, angkutan kereta api. Karena itu, PTBA terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja positif," ujar Direktur SDM PTBA, Suherman, beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan pendapatan PTBA mengungguli emiten batu hitam lainnya seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) hingga PT Kideco Jaya Agung (Kideco) yang merupakan bagian dari PT Indika Energy Tbk (INDY).
Pada triwulan I-2023, ITMG mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 12 persen secara tahunan, sementara untuk Kideco naik 17 persen.
Ke depan, kinerja bisnis PTBA akan ditopang oleh kinerja operasionalnya yang akan terus membaik.
Pada triwulan I-2023, nisbah kupas (Stripping Ratio/SR) konsolidasian PTBA berada berada di 7,1x. Namun dalam beberapa triwulan ke depan SR PTBA diekspektasikan menurun.
"Kami perkirakan stripping ratio akan kembali normal pada kuartal selanjutnya sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh perseroan sebesar 6,3x, setelah aktivitas pra-pengupasan di tambang Air Laya menjadi normal di kuartal berikutnya," ujar Tim Riset Ciptadana Sekuritas, dalam laporan risetnya.
Dalam dunia pertambangan, stripping ratio merupakan salah satu indikator operasional perusahaan yang mengindikasikan rasio jumlah material yang harus dikupas (overburden removal) untuk mendapatkan bijih atau material yang diinginkan.
Stripping ratio juga menunjukkan beban operasional dalam industry pertambangan. Semakin tinggi rasionya, maka bebannya pun akan semakin besar dan dapat menggerus laba. Untuk kasus PTBA, penurunan stripping ratio akan menjadi katalis positif untuk profitabilitas perseroan.
Selain kemampuan perseroan dalam mencapai target operasionalnya seperti pencapaian volume penjualan serta upaya untuk menekan beban dengan penurunan stripping ratio, hal menarik lain dari kondisi bisnis PTBA adalah likuiditas yang dimiliki perseroan.
PTBA tergolong sebagai tambang batu bara yang bisa dibilang cash rich. Hal tersebut tercermin dari posisi kas dan setara kas perseroan pada triwulan I-2023 yang mencapai Rp15,5 triliun atau setara dengan 46,4 persen dari total aset.
Secara historis kondisi likuiditas yang tercermin dari kas dan setara kas PTBA juga terus mengalami perbaikan. Porsi kas dan setara kas terhadap total aset meningkat pesat.
Untuk diketahui, porsi kas dan setara kas PTBA terhadap total aset pada akhir 2022 mencapai 45,4% atau meningkat dari 36,1 persen pada akhir 2021 dan nyaris dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2020.
Dapat dibayangkan hampir 50 persen aset PTBA merupakan aset yang likuid. Dengan kekuatan likuiditas yang besar, maka hal tersebut dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham termasuk MIND ID melalui pembagian dividen. (TSA)