Dampak buruknya, kata dia, jumlah produksi menjadi menurun. Sementara kebutuhan konsumsi masyarakat cenderung tetap atau bahkan mengalami peningkatan.
Kepala Negara juga menyebut kenaikan harga beras tidak saja terjadi di Indonesia, namun juga di banyak negara-negara.
Jika menengok laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi beras global sepanjang 2022/2023 tercatat mencapai 507,4 juta metrik ton. Sementara untuk konsumsi beras global mencapai 521,37 juta metrik ton pada periode yang sama. Artinya, ada defisit pasokan mencapai 13,97 juta metrik ton.
Jumlah konsumsi ini juga tercatat meningkat sebesar 2,7 metrik ton, dari periode sebelumnya yang tercatat sebanyak 518,6 juta metrik ton pada 2021/2022.
Indonesia menjadi negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia dengan kebutuhan 35,3 juta metrik ton sepanjang tahun lalu.
Sementara melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023, luas panen padi diperkirakan sebesar 10,20 juta hektare dengan produksi padi sekitar 53,63 juta ton gabah kering giling (GKG).
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2023 diperkirakan hanya sebesar 30,90 juta ton.
Sementara luas panen padi pada 2023 diperkirakan sekitar 10,20 juta hektare mengalami penurunan sebanyak 255,79 ribu hektare atau 2,45 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 10,45 juta hektare.
Produksi padi pada 2023 diperkirakan sebesar 53,63 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 1,12 juta ton GKG atau 2,05 persen dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 54,75 juta ton GKG.
Produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05 persen dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 31,54 juta ton.
Jika kebutuhan konsumsi beras tahun lalu 35,3 juta metrik ton, maka ada defist kebutuhan 4,4 juta ton.
Untuk mengatasi kebutuhan defisit ini, pemerintah melalui Bapanas menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebesar 2 juta ton pada 2024 ditambah 1,5 juta ton pada tahun 2023.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh dalam kondisi produksi padi nasional yang tengah mengalami penurunan akibat perubahan iklim El Nino.
Dalam beberapa bulan terakhir pada tahun 2023, dampak El Nino baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi tersebut mengakibatkan terjadinya defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini.
"Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan El Nino. Dampaknya kita rasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras,” ungkap Arief dalam keterangan pers pada Selasa (16/1/2024) di Jakarta. (ADF)