sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sektor Semen Hadapi Oversupply, Begini Nasib INTP hingga SMGR

Market news editor Dinar Fitra Maghiszha
22/10/2025 16:05 WIB
Analis mempertahankan rating neutral terhadap sektor semen nasional di tengah kondisi oversupply yang masih berlanjut hingga kuartal III.
Sektor Semen Hadapi Oversupply, Begini Nasib INTP hingga SMGR (Foto: iNews Media Group)
Sektor Semen Hadapi Oversupply, Begini Nasib INTP hingga SMGR (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Analis mempertahankan rating neutral terhadap sektor semen nasional di tengah kondisi oversupply yang masih berlanjut disertai pertumbuhan permintaan yang terbatas.

Phintraco Sekuritas mencatat, kapasitas terpasang industri semen mencapai sekitar 120 juta ton per tahun, sementara konsumsi domestik hanya berada di kisaran 62-65 juta ton.  

Ketimpangan tersebut dinilai membuat tingkat utilisasi pabrik bertahan rendah di level 52–55 persen sepanjang 2020-2025, jauh di bawah kisaran ideal 70-75 persen.

"Kami mempertahankan rating Neutral untuk sektor semen, seiring kondisi oversupply yang belum terpecahkan," kata Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga, dalam Sector Update, Rabu (22/10/2025).

Phintraco memperkirakan, tingkat utilisasi industri akan bergerak di kisaran 55-58 persen pada periode 2026-2029. Faktornya datang dari pergeseran arah kebijakan fiskal pemerintah, yang dinilai lebih berfokus pada pembangunan sumber daya manusia.

Aditya menilai pergeseran prioritas belanja negara menyebabkan keterbatasan proyek konstruksi baru. Pemerintah dinilai lebih fokus terhadap prioritas program Makan Bergizi Gratis (MBG).

"Pergeseran belanja ini diperkirakan akan menahan momentum pembangunan fisik nasional, sehingga permintaan semen pada FY26F kemungkinan akan bergerak datar, estimasi 0-1 persen," tutur dia.

Dari sisi saham-saham industri semen, Phintraco menyoroti dua emiten yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR).

Aditya merekomendasikan Hold untuk saham INTP dengan target harga Rp6.000 per saham, sedangkan tak ada rekomendasi untuk SMGR.

Valuasi INTP didasarkan pada estimasi rasio EV/EBITDA sebesar 4,56 kali untuk sepanjang 2026, dan 4,19 kali untuk 2027.

Adapun INTP diperkirakan mencatat pertumbuhan EPS sebesar 6,33 persen pada FY26F, setelah mengalami penurunan 10,16 persen pada FY25F.

Sementara saham SMGR diestimasi memiliki rasio EV/EBITDA 5,30 kali pada FY25F, dan 4,78 kali pada FY26F, dengan ROE masing-masing 28,46 persen dan 20,76 persen.

Dari sisi pertumbuhan laba per saham (EPS), SMGR diproyeksikan meningkat 37,11 persen pada FY26F setelah penurunan 14,30 persen pada FY25F.

"Baik SMGR maupun INTP masih menghadapi tekanan serupa di tengah lemahnya permintaan semen nasional," ujarnya.

Aditya menambahkan bahwa potensi re-rating terhadap sektor semen masih terbuka jika terjadi percepatan belanja pemerintah, pemulihan permintaan curah dari proyek infrastruktur, serta penurunan biaya energi global yang dapat memperkuat margin industri.

Di sisi lain, penurunan harga batu bara dinilai menjadi katalis positif bagi industri ini. Pasalnya, biaya bahan bakar  dan energi masih menyumbang sekitar 30–40 persen terhadap total COGS.

"Dengan asumsi harga batu bara akan terus diperdagangkan pada level diskon terhadap rata-rata harga beberapa tahun terakhir, kami memperkirakan biaya energi bagi sektor semen akan relatif stabil dan cenderung turun," katanya.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement