Menurut Suantopo, pembukaan dan penutupan gerai merupakan sesuatu yang lazim dalam bisnis ritel. Dia menjelaskan, penutupan gerai disebabkan beragam faktor tergantung kondisi tiap gerai masing-masing.
Mulai dari pemilik tanah atau bangunan tidak tertarik memperpanjang sewa lokasi gerai hingga perubahan potensi atau lingkungan sekitar gerai sehingga kinerja keuangan gerai tidak lagi layak secara bisnis untuk dilanjutkan operasionalnya.
Suantopo menjelaskan, divestasi Lawson dilakukan sebagai bagian dari strategi MIDI untuk fokus pada portofolio bisnisnya mengingat karakter Lawson sedikit berbeda dengan Alfamidi. Lawson menyediakan produk siap saji sementara Alfamidi fokus pada perdagangan eceran.
Dana hasil penjualan Lawson, kata dia, juga akan digunakan untuk mendukung belanja modal pada 2025 yang dialokasikan sebesar Rp1,5 triliun. Dana ini digunakan untuk membuka gerai dan gudang baru, merenovasi gerai dan gudang, dan memperpanjang sewa gerai yang sudah ada.
Pada tahun ini, MIDI menargetkan pembukaan gerai baru secara neto sebanyak 200 gerai dan hingga akhir Maret 2025 sudah terealisasi 34 gerai.
Selain itu, perseroan juga belum tertarik menggandeng ritel global atau lokal dalam waktu dekat. MIDI akan fokus mengelola portofolio bisnis yang sudah ada.
(Rahmat Fiansyah)