Hal ini dinilai CMA sangat mungkin terjadi mengingat nilai investasi yang digulirkan Microsoft demikian besar, bahkan menjadi nilai transaksi paling besar di industri game dunia, sehingga memberikan kuasa sangat besar pula kepada Microsoft untuk melakukan praktik monopoli.
"Kami khawatir Microsoft dapat menggunakan kontrolnya atas game populer seperti 'Call of Duty' dan 'World of Warcraft' pasca-merger untuk merugikan saingan, termasuk pesaing baru dan yang akan datang dalam layanan berlangganan multi-game dan cloud gaming," tutur CMA, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (1/9/2022).
Microsoft dan Activision Blizzard memiliki waktu hingga 8 September untuk menyerahkan proposal dalam meresponi permasalahan ini. Jika tidak, pihak berwenang akan melakukan penyelidikan dan pengawasan lebih.
Sementara itu, Microsoft telah menyiapkan biaya pemutusan sebesar USD3 miliar apabila gagal memenangkan kesepakatan, sebagaimana dilaporkan Reuters. Namun, mereka yakin akan memenangkan persetujuan antimonopoli.
"Kami ingin orang memiliki lebih banyak akses ke game, bukan lebih sedikit," ujar Presiden sekaligus Wakil Ketua Microsoft, Brad Smith, dalam laporan yang sama. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana