Selain itu, posisi utang berbunga Sritex juga tercatat masih sangat tinggi yakni USD1,2 miliar. Padahal, ekuitas perseroan negatif USD969 juta.
Direktur Keuangan SRIL, Welly Salam sebelumnya mengatakan, kondisi SRIL merosot sejak pandemi Covid-19. Di pasar ekspor, permintaan tekstil secara global menurun akibat inflasi dan geopolitik.
"Masyarakat global lebih mengutamakan kebutuhan pangan dan energi," katanya.
Sementara di dalam negeri, impor pakaian ilegal marak terjadi akibat oversupply dari China. Situasi ini membuat produsen tekstil domestik tidak bisa bersaing karena harganya tak kompetitif.
(RFI)