"Dolar AS yang kuat dan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga besar lainnya oleh The Fed membebani sentimen," kata Analis di CMC Markets, Tina Teng, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (14/9/2022).
Faktor lain yang juga menekan harga minyak adalah situasi terkini di China, di mana pemerintah negara tersebut masih disibukkan dengan pandemi COVID-19 yang masih melanda, hingga mencetuskan kebijakan pembatasan aktivitas warga secara ekstrem untuk mengejar target zero COVId-19.
Praktis, kebijakan itu membuat permintaan bahan bakar merosot tajam, padahal selama ini China tercatat sebagai importir minyak terbesar di dunia.
"Kebijakan zero-COVID China tetap utuh dan itu akan membuat rebound yang muncul selama beberapa minggu mendatang dibatasi," ujar Analis Pasar Senior di OANDA, Edward Moya, dalam laporan tersebut.
Menurutnya, bila prospek permintaan minyak di AS kian melemah, maka tren penurunan akan terus berlanjut sejak awal musim panas.