Pro Kontra Merger Perusahaan
Pernyataan Erick soal dampak positif dari adanya merger bukan tanpa alasan, Sebenarnya langkah merger dan akuisisi dalam duni bisnis sangat lumrah dilakukan.
Mengutip laman LinkedIn, adanya merger dan akuisisi dapat menimbulkan sejumlah dampak, di antaranya;
Dampak Positif:
- Sinergi dan efisiensi: Menggabungkan dua perusahaan dapat menghasilkan penghematan biaya yang signifikan dan peningkatan efisiensi, terutama untuk biaya produksi, distribusi, dan pemasaran. Ketika dua perusahaan bergabung, mereka dapat menghilangkan fungsi seperti operasi back-office, dan mengkonsolidasikan sumber daya mereka. Hal ini dapat menghasilkan organisasi yang lebih efisien dan efisien.
- Peningkatan pangsa pasar: Merger atau akuisisi dapat membantu perusahaan meningkatkan pangsa pasarnya dan mendapatkan keunggulan kompetitif. Selain itu, perusahaan dapat memperluas basis pelanggan dan portofolio produknya, yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
- Akses ke pasar baru: Merger atau akuisisi juga dapat membantu perusahaan mendapatkan akses ke pasar baru. Perusahaan juga dapat memperkuat kehadiran di wilayah baru dan menghasilkan jejak geografis yang lebih luas.
- Bakat dan keahlian: Merger dan akuisisi juga dapat mendatangkan talenta dan keahlian baru ke dalam perusahaan. Dengan mengakuisisi perusahaan lain, perusahaan dapat memperoleh akses terhadap karyawan terampil dan manajer berpengalaman yang dapat membantu mendorong pertumbuhan dan inovasi.
Dampak negatif:
- Tantangan Integrasi: Integrasi dua perusahaan dapat menjadi proses yang kompleks dan menantang, terutama jika kedua perusahaan tersebut memiliki budaya, sistem, dan proses yang berbeda. Proses integrasi dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Di tambah lagi, jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengakibatkan gangguan dan hilangnya produktivitas.
- Risiko Finansial: Merger dan akuisis juga bisa berisiko secara finansial. Biaya untuk mengakuisisi suatu perusahaan bisa sangat besar, dan jika merger atau akuisisi tidak memberikan manfaat yang diharapkan, hal ini dapat mengakibatkan kerugian finansial dan bahkan kebangkrutan.
- Kendala Regulasi: Merger dan akuisisi harus mendapat persetujuan regulasi, yang bisa menjadi proses yang memakan waktu dan mahal
- Bentrokan Budaya: Ketika dua perusahaan dengan budaya berbeda bersatu, dapat terjadi bentrokan dan konflik. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya semangat kerja dan produktivitas karyawan, bahkan menyebabkan karyawan kunci keluar dari perusahaan.
GIAA Masih Dihantui Kerugian
Keputusan antara GIAA, Citilink Indonesia dan Pelita Air untuk merger mendapatkan respon positif dari pasar.
Hal ini terlihat dari kinerja saham emiten maskapai penerbangan GIAA yang melambung tinggi pada Kamis (24/8/2023).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham GIAA melesat 10,00 persen ke Rp88 per saham atau menembus batas auto rejection atas (ARA) 10 persen (untuk efek dalam pemantauan khusus).
Diketahui saham GIAA sempat terkena suspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Juni 2021, disebabkan oleh penundaan pembayaran kupon sukuk global. Saham GIAA kembali dibuka BEI pada awal Januari lalu.
Meski demikian, secara year to date (YTD), pasca suspensi saham GIAA masih tertekan 56,86 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)
Jika dilihat dalam laporan keuangannya, GIAA membukukan kerugian USD76,5 juta, setara Rp 1,15 triliun (asumsi kurs Rp 15.080 per dolar AS) pada paruh pertama 2023.
Padahal GIAA sempat membukukan laba bersih sebesar USD3,76 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan dikutip Selasa (1/8), GIAA meraih pendapatan USD1,39 miliar setara Rp 21,04 triliun hingga semester I-2023.
Pendapatan perusahaan aviasi pelat merah ini melesat 58,84 persen dari sebelumnya sebesar USD878,69 juta.
Pendapatan terbesar GIAA masih ditopang dari segmen penerbangan berjadwal penumpang sebesar USD1,01 miliar atau Rp15,25 triliun. Pendapatan disegmen ini melejit 84,9 persen dari periode yang sama tahun sebelum sebesar USD550,79 juta.
Di sisi lain, segmen penerbangan berjadwal kargo dan dokumen menyumbang USD83,48 juta atau Rp1,25 triliun, merosot 34 persen dari kuartal kedua tahun lalu sebesar USD126,49 juta.
Meski pendapatan naik, beban usaha total di semester I-2023 GIAA tercatat sebesar USD1,26 miliar, atau naik dari periode yang sama tahun lalu di angka USD1,21 miliar. Untuk itu, GIAA membukukan rugi sebelum pajak sebesar USD109,56 juta di enam bulan pertama 2023.